Harimau! Harimau! by
Mochtar Lubis
My rating:
5 of 5 stars
Judul: Harimau! Harimau!
Penulis : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Tahun terbit : 1992
Satu kelompok pengumpul damar yang terdiri dari Wak Katok, Pak Haji, Buyung, Sanip, Sultan, Talip dan Pak Balam hendak kembali pulang ke kampung. Selama di hutan mereka menumpang di huma milik Wak Hitam. Wak Hitam hidup menyendiri bersama istri mudanya, Siti Rubiyah. Orang-orang sering meminta jimat,mantra dan guna-guna kepada Wak Hitam yang dikenal dukun hebat.
Dalam perjalanan, Buyung berhasil menembak seekor rusa jantan dengan senjata lantak milik Wak Katok. Rusa tersebut disembelih dan dibagi-bagi ke anggota kelompok. Tak lama kemudian terdengar suara auman ‘nenek’ dari tempat tertembaknya rusa. Mereka meneruskan perjalanan yang dibayangi kecemasan. ‘Nenek’ yang suaranya mereka dengar adalah harimau tua yang sedang lapar. Harimau tersebut marah dan semakin lapar mendapati buruannya telah raib. Mudah saja harimau tersebut mengikuti kelompok pengumpul damar itu, bau daging rusa tercium sangat jelas. Pelan-pelan ‘nenek’ mengikuti jejak mereka. Dan teror pun dimulai!
Korban yang jatuh pertama adalah Pak Balam. Ia diterkam harimau ketika sedang di sungai. Namun ajal belum menjemputnya, kaki dan punggungnya yang penuh luka-luka. Selagi masih ada kesempatan, Pak Balam membuat pengakuan dosa yang membebani hatinya. Ia membeberkan dosa-dosanya sewaktu perang melawan Belanda. Waktu itu Wak Katok membunuh teman seperjuangan mereka yang terluka. Walaupun yang melakukan perbuatan dosa adalah Wak Katok, Pak Balam merasa bersalah karena mengetahui dan tidak melarang perbuatan Wak Katok. Ia yakin harimau tersebut dikirim oleh Yang Maha Kuasa untuk menghukum dosa-dosa mereka. Pak Balam mengajak yang lain untuk bertobat “Akuilah dosa kalian. Akuilah dosa kalian. Harimau itu dikirim Tuhan untuk menghukum kita”. Pak Balam mengingau berulang-ulang tentang dosa, harimau, dan hukuman tuhan. Manusia tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Masing-masing mereka mempunyai dosa yang disimpan dan ditutup rapat sendiri. Igauan dari Pak Balam yang sekarat ini meresahkan hati dan pikiran anggota lain yang teringat dengan dosa lama mereka.
Ada dua jenis harimau yaitu harimau biasa dan harimau jadi-jadian yang dikirim untuk menghukum dosa-dosa mereka. Harimau manakah yang mereka hadapi? Wak Katok menggunakan ilmunya untuk mengetahui jenis harimau yang mengikuti mereka. Mereka sedikit bernapas lega karena harimau tersebut harimau biasa. Lengah sekali, berikutnya Talip yang diserang harimau. Ia mati seketika. Dengan jatuhnya dua korban, Buyung menyarankan lebih baik mereka memburu harimau tersebut. Kelompok dipecah menjadi dua. Wak Katok, Buyung dan Sanip memburu harimau. Tanjung dan Pak Haji menunggui Pak Balam yang terluka di pondok bermalam mereka. Namun Tanjung tak tahan dengan igauan Pak Balam yang mengingatkannya dengan dosa terhitamnya hingga ia pergi menyusul tiga rekannya.
Harimau ini lebih cerdas daripada mereka duga. Mereka berputar-putar mencari jejak harimau. Dari jejak-jejak di tanah Harimau tersebut sempat mengejar babi hutan tapi ia berhenti dan kembali ke perhatiannya semula. Dan ketika menemukannya jejak yang masih baru, mereka berada di tempat makan mereka sebelumnya. Auman dan jeritan manusia merobek keheningan rimba raya dari kejauhan. Buyung hendak menolong tetapi Wak Katok melarangnya. Buyung menuruti ucapan Wak Katok karena ia dianggap pemimpin dari kelompok dan guru bagi Buyung. Mereka baru mengetahui bahwa jeritan tersebut milik kawan mereka sendiri, Tanjung, setelah kembali ke pondok. Sudah dua orang teman mereka mati dan satu orang masih kritis. Keesokan harinya Pak Balam pun menyusul dua rekannya ke alam baka.
Keadaan mereka semakin terdesak. Wak Katok meminta mereka mengakui dosa-dosa seperti pesan Pak Balam. Pak Haji yang dikenal penyendiri di kampung menceritakan dosa-dosanya. Sementara Buyung enggan mengakui dosa-dosanya, biarlah perzinahan antara dirinya dengan Siti Rubiyah, istri Wak Hitam, dibawa sampai mati. Wak Katok yang terkenal orang paling pemberani di kampung, jago silat, tinggi ilmu dukunnya sebenarnya menyimpan ketakutan dalam hati namun karena gengsi tidak ia tunjukkan. Ia menyesali ucapan Pak Balam yang membocorkan kejahatannya. Kenapa tidak langsung mati saja dia diterkam harimau?,pikirnya. Ia lebih meresahkan penilaian anggota kelompok lainnya yang kini memandangnya berbeda dibandingkan tobat atas dosa-dosanya sendiri.
Naluri untuk mempertahankan hidup memperbesar keberanian mereka. Disaat genting ini lah sifat-sifat asli mereka keluar. Siapa yang oportunis, siapa yang mau cari aman sendiri, siapa yang penakut, dan siapa yang peduli dengan keselamatan orang lain. Pemimpin yang selama ini mereka segani, keramati karena ‘ilmu’-nya yang tinggi ternyata tak mampu menyelamatkan mereka.
Berhasil kah mereka menyelamatkan diri dari intaian harimau ?
-----------
Nilai moral dan spiritualitas dalam novel ini sangat kental dicampur dengan ketegangan diintai oleh harimau. Secara gamblang Mochtar Lubis menggambarkan dosa-dosa besar manusia seperti mencuri, memperkosa, berzinah, dan membunuh. Harimau! Harimau! ditulis sewaktu Mochtar Lubis dipenjara di Madiun. Mochtar Lubis mendapatkan inspirasi dari pengalamannya bertemu harimau di hutan Sumatera. Menurut saya karakter yang paling juara dari tokoh-tokoh di Harimau! Harimau! adalah Wak Katok.
Panthera tigris sumatrae (sumber dari sini)
Pertama kali mengenal Harimau! Harimau! melalui pelajaran Bahasa Indonesia. Saya pikir saya pernah membaca buku ini tapi tidak ada ingatan saya sama sekali tentang isi novel ini. Anggap saja saya membaca dari awal. Saya bernostalgia dengan cerita-cerita nenek saya tentang hutan di kampung kami yang ketika ia muda pernah bertemu beruang. Orang tua dulu menyebut harimau dengan panggilan 'Inyiak' yang artinya kakek dalam bahasa Indonesia. Namun membacanya sekarang, gambaran rimba raya yang masih perawan terdistorsi dengan kenyataan sekarang yang kita saksikan. Kerusakan hutan yang semakin parah dan populasi harimau Sumatera yang menuju kepunahan. Semoga kisah ini akan tetap bertahan untuk generasi yang mendatang.
Baca juga review karya
Mochtar Lubis lainnya :