Pages

Showing posts with label sastra indonesia reading challenge 2012. Show all posts
Showing posts with label sastra indonesia reading challenge 2012. Show all posts

Monday, December 17, 2012

Pulang


PulangPulang by Leila S. Chudori


My rating: 5 of 5 stars




"Bagaimana caranya memetik Indonesia dari kata I.N.D.O.N.E.S.I.A ?"



Disaat meletusnya peristiwa 30 September 1965, Dimas Suryo berada di Chili menggantikan Hananto Prawiro untuk menghadiri konferensi wartawan internasional.  Kondisi di Jakarta mencekam. Segala sesuatu yang berhubungan dengan partai komunis (anggota partai, simpatisan dan keluarga) diamankan. Kantor Berita Nusantara yang dekat dengan partai komunis kiri tak luput digulung tentara. Sebelum terjadi peristiwa 30 September, meja redaksi  Kantor Berita Nusantara terbelah menjadi dua kubu. Kubu pengagum PKI dan kubu yang gerah dengan segala sesuatu yang berbau kiri. Dimas tidak menetapkan pilihannya di kubu mana pun. Ia mempunyai pemahaman ideologi sendiri. Dimas berkawan dekat dengan Hananto Prawiro dan Nugroho yang 'kiri' tapi juga sering berdiskusi dengan yang mempunyai pandangan kebalikan seperti Bang Amir.  

Dimas, Nugroho dan Risjaf sangat cemas di luar negeri karena komunikasi ke Indonesia sangat sulit dilakukan. Hananto Prawiro termasuk dalam daftar orang yang dicari. Tentara menginterogasi Surti Anandari, istrinya, bersama ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Paspor Dimas, Nugroho, dan Risjaf dicabut yang seketika membuat mereka hilang kewarganegaraan dan tanpa identitas.  Mereka terlunta-lunta di negeri orang.  Pintu pulang ke rumah tertutup. Dari Santiago, Havana, dan Peking, Perjalanan Dimas bersama ketiga temannya, Nugroho, dan Risjaf berakhir di Paris, Perancis. Tjai menyusul kemudian,sebelumnya ia berhasil menyelamatkan diri ke Singapura.

Le coup de foudre,cinta pada pandangan pertama. Demikian lah Vivienne Deveraux menggambarkan pertemuannya dengan Dimas di tengah unjuk rasa mahasiswa Paris 1968. Dimas menikah dengan Vivienne. Bersama ketiga sahabatnya, Dimas mendirikan restoran masakan Indonesia yang diberi nama ‘Restoran Tanah Air’. Dimas, Nugroho,Tjai dan Risjaf dikenal dengan empat pilar tanah air. Walaupun Dimas sudah menikah dengan wanita perancis dan dikaruniai seorang putri bernama Lintang Utara, ia tidak merasa Paris telah menjadi rumah baginya. Hatinya tetap terpaut dengan tanah kelahirannya yang jauh. Aroma Indonesia hadir dalam bentuk toples cengkeh dan kunyit di rumah Dimas. 

Lintang Utara mendapatkan tugas akhir untuk membuat film dokumenter. Awalnya Lintang ingin menyorot kehidupan imigran aljazair di Perancis. Dosennya, Monsiuer Dupont,menyarankan Lintang untuk melihat ke dalam dirinya dan lebih menggali akarnya, Indonesia. Bagi Lintang, Indonesia tanah air ayahnya hanya dikenal dari buku-buku ayah dan cerita dari ayah dan Om-om restoran tanah air yang terhenti di tahun 1965.  Lintang memutuskan untuk mengunjungi Indonesia.


"Katakan, apakah sebuah pohon yang sudah tegak dan batang rantingnya menggapai langit kini harus merunduk,mencari-cari akarnya untuk sebuah nama? Untuk sebuah identitas?". 
(Lintang Utara @ Pemakaman Pere-Lachaise)

Tahun 1998 Situasi Indonesia sedang tidak stabil secara ekonomi dan politik. Mahasiswa turun ke jalan dan menuntut penguasa orde baru mundur sebagai presiden Indonesia. Lintang mulai membuat filmnya dengan dibantu oleh Segara Alam. Ternyata melakukan wawancara mantan tahanan politik atau keluarganya tidak lah mudah. Banyak yang masih takut untuk menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami selama bertahun-tahun. Salah satu narasumber yang berani berkomentar adalah Surti Anandari, ibu dari Segara Alam. Pasca peristiwa 30 September 1965, Surti diinterogasi berkaitan dengan kegiatan suaminya, Hananto Prawiro. Karena tugas film dokumenternya ia sempat diincar oleh 'lalat - lalat' intel. Tensi politik semakin tinggi dan kerusuhan mulai menyebar di Jakarta. 

Dimas mencoba mengunjungi Indonesia dengan paspor Perancis yang didapatkannya dari suaka politik. Dari mereka berempat hanya Risjaf yang mendapat kesempatan berkunjung ke Indonesia. Entah apa sebabnya. Berkali-kali mencoba,Dimas tetap tidak mendapatkan visa ke Indonesia. Boleh saja ia ditolak oleh pemerintah Indonesia tetapi ia tidak ditolak oleh tanah airnya. Dimas Suryo hanya ingin kembali ke rumah. "Aku ingin pulang ke rumahku, Lintang. Ke sebuah tempat yang paham bau, bangun tubuh, dan jiwaku. Aku ingin pulang ke Karet".

Novel ini mengambil latar belakang tiga peristiwa bersejarah yaitu peristiwa 30 September 1965, aksi mahasiswa perancis Mei 1968, dan jatuhnya pemerintahan orde baru 1998. Tema sejarah yang diangkat tidak lah ringan tetapi Leila S Chudori menuliskannya dengan bahasa yang mengalir sehingga enak dibaca. Ketika saya pertama kali membaca  sinopsis 'Pulang',saya langsung teringat dengan restoran Indonesia yang di Paris. Ternyata memang kisah dari Umar Said (Alm), Sobron Aidit (Alm), Kusni Sulang sebagai eksil politik menjadi salah satu inspirasi novel ini. 

Soft Launching novel 'Pulang' di Festival Pembaca Indonesia 2012

Emosi campur aduk ketika membacanya. Peliknya kehidupan empat pilar tanah air sebagai eksil politik di Paris diselingi kisah keseharian mereka yang kadang-kadang menghibur. Selain persoalan politik,terdapat konflik keluarga dan percintaan tokoh-tokohnya. Setting yang diambil di Paris bukan lah ikon kota yang terkenal seperti Menara Eiffel tetapi Pemakaman Pere-Lachaise, pemakaman sastrawan-sastrawan dunia. Dimas dan Lintang sering mengunjungi pemakaman ini dan menjadi tempat favorit Lintang untuk menyendiri. 

'Pulang' hadir berdekatan dengan 'Amba' yang ditulis Laksmi Pamuntjak yang keduanya telah saya baca. Dengan tema yang kurang lebih sama, masing-masing cerita mempunyai kekuatan sendiri. Jika ditanya mana kah yang lebih disukai, saya akan memilih 'Pulang'. Satu lagi yang saya sukai dari novel ini dan patut dikasih jempol adalah ilustrasinya. Keren!

Tuesday, December 11, 2012

Lidah Sembilu

Lidah SembiluLidah Sembilu by Damhuri Muhammad

My rating: 5 of 5 stars

“Bukankah kau telah menabung luka selama bermusim-musim? Mengacalah pada bekas luka-luka itu! Kelak lidahmu bakal fasih merangkai kisah”, Kisah yang Terkubur.


Lidah Sembilu adalah kumpulan 16 cerpen dari Damhuri Muhammad. Secara garis besar dari kumpulan cerpen ini saya kategorikan dalam dua tema.

Pertama tentang hal-hal gaib yang bersifat percaya tidak percaya termasuk dalam kategori ini ; Tuba, Perempuan berkerudung api, Buya, dan Lidah Sembilu. Cerpen Tuba,kisah bupati yang mati konon diguna – gunai karena ia terlalu lurus. Ia tidak membangun kampung kelahirannya setelah terpilih jadi bupati karena kampung kelahirannya berstatus sama dengan kampung – kampung yang lain. Cerpen Perempuan berkerudung api tentang Nilam Sari,gadis cantik dan siap menikah namun setiap lelaki yang meminangnya lari tunggang langgang sebelum akad nikah. Cerpen Buya,cerita seorang dipanggil ‘Buya’ yang memiliki tujuh bayangan. Dia menghilang terakhir kali bersamaan dengan kebakaran di Ka’bah, Mekkah. Cerpen Lidah sembilu yang menjadi judul dari kumpulan cerpen ini bercerita tentang seorang perempuan yang memasang susuk di lidahnya. Lidah yang lunak ini bisa mengiris-iris tajam hati pria yang mencintainya.

Kedua tentang merantau. Cerpen Taman Benalu, Menantu Baru, Anak Peluru, dan Merantau Cina membahas tema ini. Walaupun tidak hanya orang Minang saja yang merantau tapi merantau sudah menjadi ciri khas dari orang Minang. Kecemasan orang tua pada anak yang hidup di perantauan, takut anak cucunya putus dari kampung halamannya dan lupa dengan ‘akar’nya. Seperti anak peluru, yang sekali dilepaskan tidak kembali ke moncong senapan. Ketika anak-anak muda merantau, orang-orang pendatang di kampung lambat laun justru menjadi orang yang lebih baik dari segi ekonomi. Seakan-akan tidak menjadi tuan di rumah sendiri. Pulang kampung untuk menengok orang tua saja jarang dilakukan bagaimana selepas orang tua meninggal dunia. Harta warisan seperti rumah, sawah mungkin menjadi simpanan terakhir yang menghubungkan perantau dengan kampung halamannya. Beberapa tokoh utama dari kumpulan cerpen ini antagonis membuat tema tersebut diulas dari perspektif yang berbeda.

Di luar dari dua kategori diatas ada dua cerpen yang menarik buat saya yaitu Rindusorang dan Kisah yang Terkubur. Di cerpen Rindusorang yang berlatar belakang di kota yang dijuluki ‘Serambi Mekkah’ terdapat perubahan pergaulan anak mudanya. Yang agak beda yaitu cerpen Kisah yang Terkubur yang mengambil setting di Aceh. Kisah yang bikin bergidik mengenai tindak kekerasan yang dilakukan oleh tentara.

Ini pertama kalinya saya membaca karya Damhuri Muhammad. Buku ini salah satu buku yang saya dapatkan dari meja bookswap IRF 2012, masih berplastik mulus. Covernya tidak biasa menarik perhatian saya dan ditambah lagi membaca endorse di cover belakang yang menyebut kata ‘Minangkabau’. Mungkin sebagai pembaca yang latar belakang sama,cerpen-cerpen Damhuri Muhammad (khususnya yang mengulas tentang merantau) tidak sekedar cerita. Dalam bentuk lain saya menjumpai cerita tersebut dalam bentuk nyata.

Monday, October 29, 2012

Jalan Tak Ada Ujung

Jalan Tak Ada UjungJalan Tak Ada Ujung by Mochtar Lubis

Penerbit : Yayasan Obor Indonesia

My rating: 4 of 5 stars



“Saya sudah tahu –semenjak semula—bahwa jalan yang kutempuh ini adalah tidak ada ujung. Dia tidak akan habis-habisnya kita tempuh. Mulai dari sini, terus, terus, terus, tidak ada ujungnya. Perjuangan ini, meskipun kita sudah merdeka, belum juga sampai ke ujungnya. Dimana ujung jalan perjuangan dan perburuan manusia mencari bahagia? Dalam hidup manusia selalu setiap waktu ada musuh dan rintangan-rintangan yang harus dilawan dan dikalahkan. Habis satu muncul yang lain, demikian seterusnya. Sekali kita memilih jalan perjuangan,maka itu jalan tak ada ujungnya. Dan kita, engkau, aku, semuanya telah memilih jalan perjuangan”.- (Hazil, Jalan Tak Ada Ujung)

Kondisi sosial politik Indonesia pasca deklarasi kemerdekaan masih belum stabil. Kota Jakarta masih dikuasai oleh tentara sekutu yang melakukan penggeledahan sesuka hati. Laskar-laskar rakyat masih melakukan pertempuran di daerah Bekasi – Karawang. Guru Isa ikut bergabung dalam perjuangan. Dalam pergerakan ia berjumpa dengan pemuda bernama Hazil. Kecocokan mereka dipersatukan oleh musik. Tidak seperti Hazil yang telah memilih berjuang dengan sepenuh hati, Guru Isa berjuang karena ketakutannya. Takut dengan anggapan orang sekitar. Tuduhan menjadi mata-mata sangat serius karena bisa saja langsung dieksekusi mati. Ketika Guru Isa berada dalam perjuangan, ketakutannya semakin bertambah. Ketakutan-ketakutannya menjadi mimpi buruk di setiap malam. Walaupun ia tidak mengatakannya secara terus terang, istrinya Fatimah mengetahuinya.

Walaupun statusnya sebagai guru mendapatkan penghargaan lebih dari masyarakat namun gaji Guru Isa tidak lagi mencukupi kebutuhan keluarganya. Sementara tidak mungkin untuk meminta kenaikan kepada kepala sekolah. Akhirnya Guru Isa mengambil buku-buku tulis baru dan menjualnya ke toko alat tulis. Hati nuraninya menentang pertama kalinya tetapi keadaan membuatnya mengabaikan rasa bersalahnya.
Sementara itu Hanzil lebih banyak terjun langsung dalam perjuangan. Dia menghampiri rumah Guru Isa jika ada tugas perjuangan atau untuk bermain biola. Frekuensi kedatangannya tidak menentu. Kadang-kadang ia menghilang cukup lama.

Suasana dari novel ‘Jalan Tak Ada Ujung’ ini suram dan mencekam. Mochtar Lubis tidak hanya menggambarkan suasana Jakarta pada saat revolusi tetapi juga situasi sosial yang diwakilkan lewat tokoh-tokohnya seperti Guru Isa, Hazil, Ayah dari Hazil. “Sebagai kebanyakan orang di hari-hari pertama revolusi itu, Guru Isa belum menganalisa benar-benar kedudukannya, kewajibannya dan pekerjaannya dalam revolusi. Selama ini dia membiarkan dirinya dibawa arus. Arus semangat rakyat banyak”.

‘Jalan Tak Ada Ujung’ pertama kali diterbitkan pada tahun 1952 oleh penerbit PT Dunia Pustaka Jaya. Novel ini sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris 'A Road with no End' pada tahun 1968.


View all my reviews

Tuesday, September 18, 2012

Harimau! Harimau!


Harimau! Harimau! Harimau! Harimau! by Mochtar Lubis
My rating: 5 of 5 stars


Judul: Harimau! Harimau!
Penulis : Mochtar Lubis
Penerbit : Yayasan Obor Indonesia
Tahun terbit : 1992

Satu kelompok pengumpul damar yang terdiri dari Wak Katok, Pak Haji, Buyung, Sanip, Sultan, Talip dan Pak Balam hendak kembali pulang ke kampung. Selama di hutan mereka menumpang di huma milik Wak Hitam. Wak Hitam hidup menyendiri bersama istri mudanya, Siti Rubiyah. Orang-orang sering meminta jimat,mantra dan guna-guna kepada Wak Hitam yang dikenal dukun hebat.

Dalam perjalanan, Buyung berhasil menembak seekor rusa jantan dengan senjata lantak milik Wak Katok.  Rusa tersebut disembelih dan dibagi-bagi ke anggota kelompok. Tak lama kemudian terdengar suara auman ‘nenek’ dari tempat tertembaknya rusa. Mereka meneruskan perjalanan yang dibayangi kecemasan. ‘Nenek’ yang suaranya mereka dengar adalah harimau tua yang sedang lapar. Harimau tersebut marah dan semakin lapar mendapati buruannya telah raib. Mudah saja harimau tersebut mengikuti kelompok pengumpul damar itu, bau daging rusa tercium sangat jelas. Pelan-pelan ‘nenek’ mengikuti jejak mereka. Dan teror pun dimulai!

Korban yang jatuh pertama adalah Pak Balam. Ia diterkam harimau ketika sedang di sungai. Namun ajal belum menjemputnya, kaki dan punggungnya yang penuh luka-luka. Selagi masih ada kesempatan, Pak Balam membuat pengakuan dosa yang membebani hatinya. Ia membeberkan dosa-dosanya sewaktu perang melawan Belanda. Waktu itu Wak Katok membunuh teman seperjuangan mereka yang terluka. Walaupun yang melakukan perbuatan dosa adalah Wak Katok, Pak Balam merasa bersalah karena mengetahui dan tidak melarang perbuatan Wak Katok.  Ia yakin harimau tersebut dikirim oleh Yang Maha Kuasa untuk menghukum dosa-dosa mereka. Pak Balam mengajak yang lain untuk bertobat  “Akuilah dosa kalian. Akuilah dosa kalian. Harimau itu dikirim Tuhan untuk menghukum kita”. Pak Balam mengingau berulang-ulang tentang dosa, harimau, dan hukuman tuhan. Manusia tidak luput dari kesalahan dan kekhilafan. Masing-masing mereka mempunyai dosa yang disimpan dan ditutup rapat sendiri. Igauan dari Pak Balam yang sekarat ini meresahkan hati dan pikiran anggota lain yang teringat dengan dosa lama mereka.

Ada dua jenis harimau yaitu harimau biasa dan harimau jadi-jadian yang dikirim untuk menghukum dosa-dosa mereka. Harimau manakah yang mereka hadapi? Wak Katok menggunakan ilmunya untuk mengetahui jenis harimau yang mengikuti mereka. Mereka sedikit bernapas lega karena harimau tersebut harimau biasa. Lengah sekali, berikutnya Talip yang diserang harimau. Ia mati seketika. Dengan jatuhnya dua korban, Buyung menyarankan lebih baik mereka memburu harimau tersebut. Kelompok dipecah menjadi dua. Wak Katok, Buyung dan Sanip memburu harimau. Tanjung dan Pak Haji menunggui Pak Balam yang terluka di pondok bermalam mereka. Namun Tanjung tak tahan dengan igauan Pak Balam yang mengingatkannya dengan dosa terhitamnya hingga ia pergi menyusul tiga rekannya.

Harimau ini lebih cerdas daripada mereka duga. Mereka berputar-putar mencari jejak harimau. Dari jejak-jejak di tanah Harimau tersebut sempat mengejar babi hutan tapi ia berhenti dan kembali ke perhatiannya semula. Dan ketika menemukannya jejak yang masih baru, mereka berada di tempat makan mereka sebelumnya. Auman dan jeritan manusia merobek keheningan rimba raya dari kejauhan. Buyung hendak menolong tetapi Wak Katok melarangnya. Buyung menuruti ucapan Wak Katok karena ia dianggap pemimpin dari kelompok dan guru bagi Buyung. Mereka baru mengetahui bahwa jeritan tersebut milik kawan mereka sendiri, Tanjung, setelah kembali ke pondok. Sudah dua orang teman mereka mati dan satu orang masih kritis. Keesokan harinya Pak Balam pun menyusul dua rekannya ke alam baka.

Keadaan mereka semakin terdesak. Wak Katok meminta mereka mengakui dosa-dosa seperti pesan Pak Balam. Pak Haji yang dikenal penyendiri di kampung menceritakan dosa-dosanya. Sementara Buyung enggan mengakui dosa-dosanya, biarlah perzinahan antara dirinya dengan Siti Rubiyah, istri Wak Hitam, dibawa sampai mati. Wak Katok yang terkenal orang paling pemberani di kampung, jago silat, tinggi ilmu dukunnya sebenarnya menyimpan ketakutan dalam hati namun karena gengsi tidak ia tunjukkan. Ia menyesali ucapan Pak Balam yang membocorkan kejahatannya. Kenapa tidak langsung mati saja dia diterkam harimau?,pikirnya. Ia lebih meresahkan penilaian anggota kelompok lainnya yang kini memandangnya berbeda dibandingkan tobat atas dosa-dosanya sendiri.

Naluri untuk mempertahankan hidup memperbesar keberanian mereka. Disaat genting ini lah sifat-sifat asli mereka keluar. Siapa yang oportunis, siapa yang mau cari aman sendiri, siapa yang penakut, dan siapa yang peduli dengan keselamatan orang lain. Pemimpin yang selama ini mereka segani, keramati karena ‘ilmu’-nya yang tinggi ternyata tak mampu menyelamatkan mereka.

Berhasil kah mereka menyelamatkan diri dari intaian harimau ?

-----------

Nilai moral dan spiritualitas dalam novel ini sangat kental dicampur dengan ketegangan diintai oleh harimau. Secara gamblang Mochtar Lubis menggambarkan dosa-dosa besar manusia seperti mencuri, memperkosa, berzinah, dan membunuh. Harimau! Harimau! ditulis sewaktu Mochtar Lubis dipenjara di Madiun. Mochtar Lubis mendapatkan inspirasi dari pengalamannya bertemu harimau di hutan Sumatera. Menurut saya karakter yang paling juara dari tokoh-tokoh di Harimau! Harimau! adalah Wak Katok. 

Panthera tigris sumatrae (sumber dari sini)

Pertama kali mengenal Harimau! Harimau! melalui pelajaran Bahasa Indonesia. Saya pikir saya pernah membaca buku ini tapi tidak ada ingatan saya sama sekali tentang isi novel ini. Anggap saja saya membaca dari awal. Saya bernostalgia dengan cerita-cerita nenek saya tentang hutan di kampung kami yang ketika ia muda pernah bertemu beruang. Orang tua dulu menyebut harimau dengan panggilan 'Inyiak' yang artinya kakek dalam bahasa Indonesia. Namun membacanya sekarang, gambaran rimba raya yang masih perawan terdistorsi dengan kenyataan sekarang yang kita saksikan. Kerusakan hutan yang semakin parah dan populasi harimau Sumatera yang menuju kepunahan. Semoga kisah ini akan tetap bertahan untuk generasi yang mendatang.

Baca juga review karya Mochtar Lubis lainnya :
-          Pemburu Muda
-          Perang Korea


Monday, August 27, 2012

Student Hidjo

Student Hidjo

My rating: 2 of 5 stars






Judul buku : Student Hidjo
Penulis : Mas Marco Kartodikromo
Penerbit : Penerbit Narasi
Tahun Terbit : 2010

Setelah Hidjo tamat sekolah HBS, Ayahnya Raden Potronojo mengirim Hidjo belajar ke Belanda untuk menjadi insinyur. Ibunda Hidjo, Raden Nganten Potronojo, khawatir anak satu-satunya nanti akan terjebak dengan pergaulan bebas di Eropa. Hidjo dikenal anak yang berperilaku baik, tidak banyak bicara, kutu buku, dan pendengar yang baik. Hidjo telah bertunangan dengan Raden Ajeng Biroe. Mereka masih ada hubungan keluarga dan dari kecil sudah dijodohkan. Selama 7 tahun mereka akan berpisah, Raden Ajeng Biroe percaya Hidjo akan setia padanya. Walaupun sudah ada calon istri, Hidjo sering terkenang dengan kecantikan adik perempuan temannya, Raden Ajeng Woengoe.

Kepergian Hidjo ke Belanda membuat Ibu dan tunangannya jatuh sakit. Mereka beristirahat di Hotel Barataadem. Disana mereka bertemu dan berkenalan dengan Raden Adjeng Wongoe dan Ibunya,Raden Ayu Regent. Ayahanda Raden Adjeng Wongoe adalah Regent di Kabupaten Djarak. Kedekatan mereka selama di hotel membuat Raden Nganten Potronojo dan Raden Ajeng Biroe diundang untuk menginap di Djarak. Kakak laki-laki R.A Wongoe jatuh hati kepada R.A Biroe. Terjadilah cinta segiempat antara Hidjo-R.A Wongoe-R.A Biroe-Raden Mas Wardojo.

Hidjo mendapati kehidupan orang Belanda di Eropa berbeda dengan di Hindia Belanda. Di Belanda, Hidjo menumpang di rumah direktur maatschapij. Salah satu putri direktur, Betje, jatuh cinta dengan Hidjo. Sikap Betje jelas-jelas menaruh hati namun tidak ditanggapi oleh Hidjo. Selama beberapa waktu Hidjo masih memegang pesan ibunya.’Hati-hati dengan perempuan Eropa’. Karena kedinginannya,Betje pun mengolok-olok Hidjo dengan sebutan onzijdig (banci). Lama-lama,Hidjo menanggapi Betje juga hingga lupa lah ia dengan nasehat Ibunya.

Untuk mengenal sastra Indonesia pada masa kolonial,buku ini menarik. Namun ceritanya tidak sesuai harapan saya saat pertama kali membaca sinopsisnya. Judul ceritanya student Hidjo tapi porsi cerita mengenai Hidjo sedikit. Pertentangan budaya kolonial bukan dari tokoh bumiputera (Hidjo) tapi melalui tokoh Controleur Walter yang mencintai kebudayaan Jawa. Tokoh-tokoh bumiputera yang memang berasal dari kaum priyayi sepertinya tidak ada masalah dengan penjajahan. Bagaimana studi Hidjo di Belanda tidak diceritakan secara detail, lebih banyak menceritakan pergaulan Hidjo dengan Betje. Kisah R.A Wongoe-R.A Biroe-Raden Mas Wardojo yang berada di tanah air justru lebih dominan.

Student Hidjo merupakan cerita bersambung di harian Sinar Hindia pada tahun 1918. Dan diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1919. Marco Kartodikromo (dikenal sebagai Mas Marco) adalah seorang wartawan dan aktivis pergerakan zaman kolonial Hindia Belanda. Ia pernah bergabung dengan Surat Kabar Medan Prijaji pimpinan Tirto Adhi Soeryo. Ia berguru ilmu jurnalistik kepada Tirto Adhi Soeryo. Ia pernah berkali-kali keluar masuk penjara kolonial Hindia Belanda karena tulisan-tulisannya yang kritis. Mas Marco bergabung ke organisasi Sarekat Rakyat yang dipimpin, H. Misbach. Organisasi ini dikenal dekat dengan Partai Komunis Indonesia, Pada pemberontakan komunis yang gagal pada tahun 1927, Mas Marco ditangkap dan dibuang ke Boven Digoel hingga akhir hayatnya.