Pages

Saturday, July 27, 2013

Sudah, biar saja...


Judul : Sudah, biar saja …..
Penulis : Paula Gomez
Penerjemah : Chalid Arifin
Penerbit : Djambatan
Tahun Terbit : 1975


Orang Indonesia dapat mengatakan pada orang Belanda bahwa mereka harus berangkat, lalu orang Belanda seharusnya musti pergi. Kemudian bisa diadakan pesta perpisahan di setiap kampung disertai alunan gamelan siang dan malam, penuh gairah dan murung sekaligus, diselingi sambutan-sambutan oleh orang Indonesia yang seyogianya menyebutkan apa yang baik yang telah dilakukan orang Belanda dan apa yang salah.

Kedatangan Jepang ke Indonesia membuat kehidupan tokoh ‘aku’ berubah drastis. Ayahnya yang Belanda totok ditangkap oleh Jepang. Kekejaman tentara Jepang sudah tersiar.   Tidak ada yang tahu bagaimana nasib Ayahnya kemudian. Masa tersebut adalah masa susah. Mereka sudah tidak punya apa-apa dan untuk makan saja susah. Cepat atau lambat Aku dan Ibunya akan dimasukkan ke kamp bersama wanita-wanita eropa lainnya.  Status Belanda-Indo sedikit banyak membantu mereka dibandingkan yang Belanda totok.  Aku berhasil bertahan hingga Jepang kalah sementara Ibunya meninggal dunia di kamp.

Setelah keluar dari kamp, Aku mencoba mencari pekerjaan di Palang Merah. Ia sempat bertemu Ayahnya yang semakin kurus keluar dari kamp. Namun tak lama setelah itu Ayahnya kembali ditangkap dan tak pernah lagi ia lihat. Aku yang sebatang kara mencoba mendatangi sahabat-sahabat orang tuanya dulu. Situasi masih bahaya bagi Aku yang Indo. Kelompok ekstrimis berkeliaran waktu malam hari, merusak rumah orang-orang eropa dan tidak segan-segan membunuh. Dalam keadaan ketakutan manusia mempunyai daya mempertahankan diri yang luar biasa. Aku selamat dari pengepungan kelompok ekstrimis. Orang-orang eropa mulai meninggalkan Indonesia dan kembali ke negara mereka yang dingin. Aku yang mau tak mau meninggalkan Indonesia menuju tanah leluhurnya yang asing baginya.

Aku datang kembali ke Indonesia setelah tanah kelahirannya ini merdeka. Hatinya masih terhubung dengan nostalgia masa kecilnya. Dengan kulit dan perawakan Eropa,ia membuat kaget orang-orang Indonesia karena ia bisa berbahasa Indonesia. Indonesia pernah menjadi bagian dirinya. Aku bagian dari Indonesia, bersama nenekku yang orang Indonesia dan ibuku dan semua yang berdarah campuran. Indonesia yang merdeka hampir-hampir tidak ia kenali.  Orang-orang yang ia ajak berbicara sama sekali tidak tertarik membicarakan masa lalu.

Dengan membaca ‘Sudah, Biar Saja..’ pembaca bisa mengetahui situasi zaman bersiap dari sudut pandang orang Belanda. Ia seorang Indo yang tinggal dengan kenyamanan Eropa di tanah Hindia Belanda. Namun tidak melupakan darah Indonesia yang mengalir di nadinya.   Satu hal yang menarik perhatian adalah ulah ekstrimis pada zaman bersiap. Yang saya temukan juga pada novel-novel Mochtar Lubis bagaimana sejumlah pemuda memanfaatkan situasi bertindak atas nama revolusi namun yang mereka lakukan tidak lebih dari tindakan kriminal. Disini penulis mempertanyakan kemana keramahtamahan orang Indonesia yang ia kenal dulu. Aku tidak mau percaya bahwa ada orang Indonesia yang membunuh orang Belanda, hanya karena mereka orang Indonesia dan orang Belanda adalah Belanda.


Buku ini terinspirasi dari pengalaman penulis sendiri,Paula Gomez. Ia lahir di Batavia  tahun 1932 dari Ayah Belanda dan Ibu Indo. Ia masih gadis ketika masa pendudukan Jepang. Paula Gomez meninggalkan Indonesia pada tahun 1946. Karya-karya tulisnya yaitu Sudah, Laat Maar (1975), Het kind met de clownspop (1987), dan Wie in zijn land niet wonen kan (1988). Latar belakang karya-karyanya erat berkaitan dengan masa kolonial belanda.

No comments:

Post a Comment

Thank your for leaving comment. :)