Judul : Sudah, biar saja …..
Penulis : Paula Gomez
Penerjemah : Chalid Arifin
Penerbit : Djambatan
Tahun Terbit : 1975
Orang Indonesia dapat
mengatakan pada orang Belanda bahwa mereka harus berangkat, lalu orang Belanda
seharusnya musti pergi. Kemudian bisa diadakan pesta perpisahan di setiap
kampung disertai alunan gamelan siang dan malam, penuh gairah dan murung sekaligus,
diselingi sambutan-sambutan oleh orang Indonesia yang seyogianya menyebutkan
apa yang baik yang telah dilakukan orang Belanda dan apa yang salah.
Kedatangan Jepang ke Indonesia membuat kehidupan tokoh ‘aku’
berubah drastis. Ayahnya yang Belanda totok ditangkap oleh Jepang. Kekejaman
tentara Jepang sudah tersiar. Tidak ada
yang tahu bagaimana nasib Ayahnya kemudian. Masa tersebut adalah masa susah. Mereka
sudah tidak punya apa-apa dan untuk makan saja susah. Cepat atau lambat Aku dan
Ibunya akan dimasukkan ke kamp bersama wanita-wanita eropa lainnya. Status Belanda-Indo sedikit banyak membantu
mereka dibandingkan yang Belanda totok. Aku berhasil bertahan hingga Jepang kalah
sementara Ibunya meninggal dunia di kamp.
Setelah keluar dari kamp, Aku mencoba mencari pekerjaan di
Palang Merah. Ia sempat bertemu Ayahnya yang semakin kurus keluar dari kamp.
Namun tak lama setelah itu Ayahnya kembali ditangkap dan tak pernah lagi ia
lihat. Aku yang sebatang kara mencoba mendatangi sahabat-sahabat orang tuanya
dulu. Situasi masih bahaya bagi Aku yang Indo. Kelompok ekstrimis berkeliaran
waktu malam hari, merusak rumah orang-orang eropa dan tidak segan-segan
membunuh. Dalam keadaan ketakutan manusia mempunyai daya mempertahankan diri
yang luar biasa. Aku selamat dari pengepungan kelompok ekstrimis. Orang-orang
eropa mulai meninggalkan Indonesia dan kembali ke negara mereka yang dingin.
Aku yang mau tak mau meninggalkan Indonesia menuju tanah leluhurnya yang asing
baginya.
Aku datang kembali ke Indonesia setelah tanah kelahirannya
ini merdeka. Hatinya masih terhubung dengan nostalgia masa kecilnya. Dengan
kulit dan perawakan Eropa,ia membuat kaget orang-orang Indonesia karena ia bisa
berbahasa Indonesia. Indonesia pernah menjadi bagian dirinya. Aku bagian dari Indonesia, bersama nenekku
yang orang Indonesia dan ibuku dan semua yang berdarah campuran. Indonesia
yang merdeka hampir-hampir tidak ia kenali. Orang-orang yang ia ajak berbicara sama sekali
tidak tertarik membicarakan masa lalu.
Dengan membaca ‘Sudah, Biar Saja..’ pembaca bisa mengetahui
situasi zaman bersiap dari sudut pandang orang Belanda. Ia seorang Indo yang
tinggal dengan kenyamanan Eropa di tanah Hindia Belanda. Namun tidak melupakan
darah Indonesia yang mengalir di nadinya. Satu
hal yang menarik perhatian adalah ulah ekstrimis pada zaman bersiap. Yang saya
temukan juga pada novel-novel Mochtar Lubis bagaimana sejumlah pemuda
memanfaatkan situasi bertindak atas nama revolusi namun yang mereka lakukan
tidak lebih dari tindakan kriminal. Disini penulis mempertanyakan kemana
keramahtamahan orang Indonesia yang ia kenal dulu. Aku tidak mau percaya bahwa ada orang Indonesia yang membunuh orang
Belanda, hanya karena mereka orang Indonesia dan orang Belanda adalah Belanda.
Buku ini terinspirasi dari pengalaman penulis sendiri,Paula
Gomez. Ia lahir di Batavia tahun 1932
dari Ayah Belanda dan Ibu Indo. Ia masih gadis ketika masa pendudukan Jepang.
Paula Gomez meninggalkan Indonesia pada tahun 1946. Karya-karya tulisnya yaitu
Sudah, Laat Maar (1975), Het kind met de clownspop (1987), dan Wie in zijn land
niet wonen kan (1988). Latar belakang karya-karyanya erat berkaitan dengan masa kolonial belanda.
No comments:
Post a Comment
Thank your for leaving comment. :)