Monday, December 10, 2012
Ayahku (Bukan) Pembohong
Ayahku (Bukan) Pembohong by Tere Liye
My rating: 3 of 5 stars
Dam, anak yang dibesarkan dengan kisah-kisah yang diceritakan oleh ayahnya. Ayahnya pandai bercerita. Dengan pengelanaan masa mudanya, ayah membawa Dam ke kisah Apel Emas Lembah Bukhara, Suku Penguasa Angin. Keluarga mereka hidup dengan sederhana. Walaupun Ayah lulusan terbaik master hukum luar negeri, ia memilih menjadi pegawai negeri biasa. Pesan-pesan dari kisah tersebut diamalkan dengan baik oleh Dam dalam menghadapi keusilan teman sekolahnya Jarjit. Jarjit berasal dari keluarga kaya dan sering mengolok-olok Dam dengan sebutan ‘keriting pengecut’. Bukankah ayah pernah bercerita bahwa suku penguasa angin bisa bersabar walau beratus tahun dizalimi musuh-musuh mereka? Suku itu paham, terkadang cara membalas terbaik justru dengan tidak membalas.
Dam melanjutkan sekolah ke Akademi Gajah, sekolah asrama di luar kota. Dam harus berpisah dengan orang tuanya dan hanya pulang ke rumah saat liburan. Di asrama sesekali Dam melanggar peraturan misalnya dengan menggelar nonton bareng pertandingan sepak bola. Dam suka menonton pertandingan sepakbola apalagi jika idolanya yang juga keriting si El Capiten. Dihukum oleh kepala sekolah tidak membuat Dam kapok. Sewaktu temannya Retro ulang tahun,Dam menggelar pesta ulang tahun di kamar asrama. Sudah pasti keduanya dijatuhi hukuman. Kali ini mereka berdua dihukum untuk membersihkan perpustakaan sekolah. Ada udang di balik batu. Dam tidak tampak seperti orang yang menjalani hukuman. Dengan hukuman tersebut Dam memiliki banyak waktu untuk menggambar desain perpustakaan sekolah yang ia kagumi. Penjaga perpustakaan sekolah kurang ramah dan menyebalkan apalagi melihat murid yang bermain-main di daerah kekuasaannya. Setelah tugas mereka selesai, Dam akan menggambar dan Retro memilih untuk membaca. Retro menjelajahi sudut-sudut perpustakaan yang membawanya ke sebuah rak kecil dengan buku-buku yang sudah tua dengan halaman yang menguning. Dam tidak peduli dengan bacaan Retro. Hingga dia menyadari salah satu judul buku yang dibaca Retro terasa akrab sekali dengannya. Buku itu berjudul Apel Emas Lembah Bukhara.
Selama ini kisah-kisah yang diceritakan ayah terasa nyata. Karena ayahnya tidak sekadar bercerita tetapi ikut berada dalam kisah-kisah tersebut. Ayah yang memakan apel emas Lembah Bukhara. Ayah yang bertemu dengan suku penguasa angin. Ayah yang bertemu dengan El Capiten kecil, idola Dam. Dam mempercayai setiap kata yang diucapkan Ayah. Dan ketika membaca kisah-kisah tersebut hatinya mulai meragukan cerita masa kecilnya tersebut. Apakah Ayah berbohong? Orang yang dikenal jujur dengan integritas tinggi membohongi anaknya sendiri?
Semenjak kepergian ibunya, Dam memutuskan untuk tidak mempercayai cerita-cerita Ayah. Kepergian ibu meninggalkan kehilangan yang berarti bagi Dam. Setelah lulus dari akademi gajah, Dam melanjutkan kuliah di jurusan teknik arsitektur. Dam tidak kembali ke rumah orang tuanya. Dam menikah dan memiliki dua orang anak, Zas dan Qon. Ayahnya mengulang kembali kisah-kisah masa kecilnya kepada anak-anaknya yang sangat antusias mendengarkannya. Dam tidak menyukai hal tersebut karena berpendapat kisah-kisah tersebut adalah bualan omong kosong ayahnya. Dam tidak menyadari dari kisah-kisah tersebut ia tumbuh menjadi anak yang baik, ringan tangan dan sering berbagi. Dam juga tidak menyadari sketsa-sketsa karyanya berasal dari kisah-kisah masa kecilnya. Pertanyaanya apakah betul ayah berbohong?
Tidak biasanya Tere Liye menuliskan epilog dibalik penulisan novel ini,bagaimana ide ini telah ada dikepalanya. Sebelum novel ini diterbitkan draftnya dikirimkan ke sejumlah pembaca. Ada beberapa tanggapan bahwa novel ini mengingatkan mereka dengan cerita Big Fish. Saya belum membaca cerita Big Fish jadi tidak akan ikut berkomentar mengenai hal tersebut. Ketika membaca mengenai sekolah Dam, akademi gajah, saya malah teringat dengan Hogwarts-nya Harry Potter.
Ada banyak inspirasi dari kisah – kisah yang diceritakan Ayah Dam. Saya kutip beberapa yang saya sukai.
“Bangsa yang korup bukan karena pendidikan formal anak-anaknya rendah, tetapi karena pendidikan moralnya tertinggal, dan tidak ada yang lebih merusak dibandingkan anak pintar yang tumbuh jahat. Orang-orang dewasa yang jahat sulit diperbaiki meski dihukum seratus tahun, jadi berharaplah jadi generasi berikutnya perbaikan akan datang”.
“Hakikat sejati kebahagiaan itu berasal dari hati. Kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati dari kebahagiaan yang datang dari luar hati kita. Mata air dalam hati itu konkret. Bahkan ketika musuh mendapat kesenangan,kita bisa ikut senang karena hati kau lapang dan dalam. Sementara orang yang hatinya dangkal,sahabat baik mendapat nasib baik, segera iri hati dan gelisah. Itulah hakikat sejati kebahagiaan. Ketika kau bisa membuat hati bagai danau dalam dengan sumber mata air sebening air mata memperolehnya tidak mudah, kau harus terbiasa dengan kehidupan bersahaja, sederhana dan apa adanya. Kau harus bekerja keras, sungguh-sungguh dan atas pilihan sendiri memaksa hati kau berlatih”.
Label:
Mijn Bibliotheek,
Novel,
Tere Liye
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Buku ini masih nangkring di rakku nih. Belom dibaca-baca... Padahal buku pinjeman.. xD
ReplyDeletePas baca sinopsisnya, iya mirip Big Fish banget. Aku belom baca sih, tapi udah nonton filmnya. Buagguuss... >v<
Hehehe,,dibaca aja Mbak mumpung bukunya belum dibalikkin. Mirip idenya mungkin ya, kisah anak yang dibesarkan oleh kisah/dongeng lalu selebihnya berbeda.
Deleteeh? ada filmnya tho? wah aku kok nggak tahu ya? -_-a
Deleteaku paling suka quotes ini "terkadang cara membalas terbaik justru dengan tidak membalas"
ini versiku http://atasnamabuku.wordpress.com/2012/07/28/aku-sayang-ayah/
Iya,ada film 'big fish' di tahun 2003. Aku juga quotes tersebut :) Terimakasih sudah mampir,nanti aku berkunjung ke review kamu. :)
Delete