Pages

Thursday, April 24, 2014

Entrok


Judul : Entrok

Penulis : Okky Madasari

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit : 2010

Entrok dalam bahasa jawa berarti beha atau bra. Entrok pada masa Marni tinggal berdua simbok masih termasuk barang mahal. Marni sudah seharusnya memakai entrok tapi simbok tidak punya uang. Sehari-hari simbok mengupas singkong di pasar Ngranget. Upah simbok hanya dibayar dengan bahan makanan.

Entrok menjadi impian Marni. Marni ikut simbok ke pasar.  Di pasar, perempuan hanya dibayar bahan makanan. Laki-laki yang biasanya dibayar dengan uang karena mereka mengangkut barang. Marni tanpa malu turun ikut nguli dan mulai menawarkan jasanya. Sekeping demi sekeping ia kumpulkan sampai terbeli lah entrok.

Impian Marni tidak berhenti setelah punya entrok. Marni membeli bakulan untuk berjualan ke rumah-rumah. Dengan ditemani Teja, suami yang tadinya kuli pasar, Marni berkeliling menjual sayur. Dagangan Marni bertambah jenisnya yaitu panci dan wajan yang bisa dicicil setiap hari. Bakulannya merambah ke bakulan duit. Marni akan meminjamkan uang dan orang tersebut mengembalikannya dengan jumlah lebih besar. Seperti biasa bisa dicicil setiap hari.

Rahayu adalah anak satu-satunya Marni dan Teja. Kehidupan mereka sekarang tidak melarat seperti dulu. Mereks sudah punya rumah yang cukup besar. Teja sering menghabiskan waktu di luar rumah, pulang dengan mulut bau arak. Penyakit laki-laki kalau punya uang banyak ngelirik perempuan lain.  Marni membiarkan kelakuan Teja asalkan tidak berbuat di depan matanya. Sekalipun sakit hati, Marni tak mau bercerai. Enak aja nanti harta dibagi dua. Wong, dia yang capek cari uang lakinya tinggal nikmatin aja.

Rahayu mendapat ejekan anak rentenir, lintah darat yang bikin orang susah. Rahayu malu dengan teman-teman sekolahnya. Hubungan anak ibu ini tetap panas karena Marni masih nyuwun ke leluhur, Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa. Setiap minggu Marni membuat tumpengan dan ayam panggang sebagai wujud syukur atas rezekinya. Rahayu menolak mengikuti ritual Marni. Menurut Rahayu, ibunya berdosa. Puncaknya saat sajen Marni dibuang oleh Rahayu. Kedua bertengkar hingga saling diam beberapa hari. Setelah lulus SMA, Rahayu merantau ke Jogja.

Rahayu pulang sebentar untuk menikah dengan Amri, pria yang sudah beristri dan beranak satu. Setelah menikah, tidak ada kabar berita dari Rahayu. Marni pun tidak mencari tahu. Bertahun-tahun kemudian, Marni dikejutkan dengan keberadaan Rahayu yang ditahan di Semarang. Naluri seorang ibu meluruhkan pertikaian-pertikaian masa lalu. Ibu dan anak ini bertangis-tangisan. Marni rutin mengunjungi Rahayu. Biaya perjalanan Singget - Semarang tidak sedikit. Uang modal Marni ikut termakan. Demi anak tak apa lah. Saat Rahayu keluar penjara, Marni harus membayar uang jaminan. Demi anak, sawah tebu dijual.

Orang-orang yang bekerja di pabrik gula kaya-kaya dari hasil ceperan. Marni bekerja keras untuk mendapatkan uang.  Dua minggu sekali ia harus menyetor uang keamanan ke bapak-bapak berseragam loreng.  Keadaan berubah cepat orang-orang tidak lagi meminjam uang Marni. Ada bank yang menawarkan pinjaman dengan bunga lebih rendah.

Kenapa orang yang kaya karena kerja keras malah lebih dipercaya memelihara tuyul atau melakukan pesugihan ? Sementara pak lurah, karyawan pabrik gula yang banyak harta dari menilep uang haram dari sana-sini malah disegani dan dikagumi ? Lha emangnya cukup dari gaji yang tidak seberapa bisa beli ini-itu. Siapa yang jadi tuyul sebenarnya eh maksudnya yang memelihara tuyul ?


Entrok sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “The Years of Voiceless”. Menurut saya judul bahasa Inggrisnya lebih tepat dengan keseluruhan cerita. Dalam novel Entrok ini ada banyak peristiwa-peristiwa yang perlu dicermati. Tindakan represif dari oknum yang menjaga keamanan. Tekanan untuk orang Tionghoa. Perlawanan rakyat kecil mempertahankan tanah leluhur mereka. Aparat selalu benar. Jika salah, kembali ke poin pertama. Bagi yang melawan pilihannya mau mati atau ditangkap dan dicap komunis.


No comments:

Post a Comment

Thank your for leaving comment. :)