Pages

Monday, December 17, 2012

Pulang


PulangPulang by Leila S. Chudori


My rating: 5 of 5 stars




"Bagaimana caranya memetik Indonesia dari kata I.N.D.O.N.E.S.I.A ?"



Disaat meletusnya peristiwa 30 September 1965, Dimas Suryo berada di Chili menggantikan Hananto Prawiro untuk menghadiri konferensi wartawan internasional.  Kondisi di Jakarta mencekam. Segala sesuatu yang berhubungan dengan partai komunis (anggota partai, simpatisan dan keluarga) diamankan. Kantor Berita Nusantara yang dekat dengan partai komunis kiri tak luput digulung tentara. Sebelum terjadi peristiwa 30 September, meja redaksi  Kantor Berita Nusantara terbelah menjadi dua kubu. Kubu pengagum PKI dan kubu yang gerah dengan segala sesuatu yang berbau kiri. Dimas tidak menetapkan pilihannya di kubu mana pun. Ia mempunyai pemahaman ideologi sendiri. Dimas berkawan dekat dengan Hananto Prawiro dan Nugroho yang 'kiri' tapi juga sering berdiskusi dengan yang mempunyai pandangan kebalikan seperti Bang Amir.  

Dimas, Nugroho dan Risjaf sangat cemas di luar negeri karena komunikasi ke Indonesia sangat sulit dilakukan. Hananto Prawiro termasuk dalam daftar orang yang dicari. Tentara menginterogasi Surti Anandari, istrinya, bersama ketiga anaknya yang masih kecil-kecil. Paspor Dimas, Nugroho, dan Risjaf dicabut yang seketika membuat mereka hilang kewarganegaraan dan tanpa identitas.  Mereka terlunta-lunta di negeri orang.  Pintu pulang ke rumah tertutup. Dari Santiago, Havana, dan Peking, Perjalanan Dimas bersama ketiga temannya, Nugroho, dan Risjaf berakhir di Paris, Perancis. Tjai menyusul kemudian,sebelumnya ia berhasil menyelamatkan diri ke Singapura.

Le coup de foudre,cinta pada pandangan pertama. Demikian lah Vivienne Deveraux menggambarkan pertemuannya dengan Dimas di tengah unjuk rasa mahasiswa Paris 1968. Dimas menikah dengan Vivienne. Bersama ketiga sahabatnya, Dimas mendirikan restoran masakan Indonesia yang diberi nama ‘Restoran Tanah Air’. Dimas, Nugroho,Tjai dan Risjaf dikenal dengan empat pilar tanah air. Walaupun Dimas sudah menikah dengan wanita perancis dan dikaruniai seorang putri bernama Lintang Utara, ia tidak merasa Paris telah menjadi rumah baginya. Hatinya tetap terpaut dengan tanah kelahirannya yang jauh. Aroma Indonesia hadir dalam bentuk toples cengkeh dan kunyit di rumah Dimas. 

Lintang Utara mendapatkan tugas akhir untuk membuat film dokumenter. Awalnya Lintang ingin menyorot kehidupan imigran aljazair di Perancis. Dosennya, Monsiuer Dupont,menyarankan Lintang untuk melihat ke dalam dirinya dan lebih menggali akarnya, Indonesia. Bagi Lintang, Indonesia tanah air ayahnya hanya dikenal dari buku-buku ayah dan cerita dari ayah dan Om-om restoran tanah air yang terhenti di tahun 1965.  Lintang memutuskan untuk mengunjungi Indonesia.


"Katakan, apakah sebuah pohon yang sudah tegak dan batang rantingnya menggapai langit kini harus merunduk,mencari-cari akarnya untuk sebuah nama? Untuk sebuah identitas?". 
(Lintang Utara @ Pemakaman Pere-Lachaise)

Tahun 1998 Situasi Indonesia sedang tidak stabil secara ekonomi dan politik. Mahasiswa turun ke jalan dan menuntut penguasa orde baru mundur sebagai presiden Indonesia. Lintang mulai membuat filmnya dengan dibantu oleh Segara Alam. Ternyata melakukan wawancara mantan tahanan politik atau keluarganya tidak lah mudah. Banyak yang masih takut untuk menyuarakan ketidakadilan yang mereka alami selama bertahun-tahun. Salah satu narasumber yang berani berkomentar adalah Surti Anandari, ibu dari Segara Alam. Pasca peristiwa 30 September 1965, Surti diinterogasi berkaitan dengan kegiatan suaminya, Hananto Prawiro. Karena tugas film dokumenternya ia sempat diincar oleh 'lalat - lalat' intel. Tensi politik semakin tinggi dan kerusuhan mulai menyebar di Jakarta. 

Dimas mencoba mengunjungi Indonesia dengan paspor Perancis yang didapatkannya dari suaka politik. Dari mereka berempat hanya Risjaf yang mendapat kesempatan berkunjung ke Indonesia. Entah apa sebabnya. Berkali-kali mencoba,Dimas tetap tidak mendapatkan visa ke Indonesia. Boleh saja ia ditolak oleh pemerintah Indonesia tetapi ia tidak ditolak oleh tanah airnya. Dimas Suryo hanya ingin kembali ke rumah. "Aku ingin pulang ke rumahku, Lintang. Ke sebuah tempat yang paham bau, bangun tubuh, dan jiwaku. Aku ingin pulang ke Karet".

Novel ini mengambil latar belakang tiga peristiwa bersejarah yaitu peristiwa 30 September 1965, aksi mahasiswa perancis Mei 1968, dan jatuhnya pemerintahan orde baru 1998. Tema sejarah yang diangkat tidak lah ringan tetapi Leila S Chudori menuliskannya dengan bahasa yang mengalir sehingga enak dibaca. Ketika saya pertama kali membaca  sinopsis 'Pulang',saya langsung teringat dengan restoran Indonesia yang di Paris. Ternyata memang kisah dari Umar Said (Alm), Sobron Aidit (Alm), Kusni Sulang sebagai eksil politik menjadi salah satu inspirasi novel ini. 

Soft Launching novel 'Pulang' di Festival Pembaca Indonesia 2012

Emosi campur aduk ketika membacanya. Peliknya kehidupan empat pilar tanah air sebagai eksil politik di Paris diselingi kisah keseharian mereka yang kadang-kadang menghibur. Selain persoalan politik,terdapat konflik keluarga dan percintaan tokoh-tokohnya. Setting yang diambil di Paris bukan lah ikon kota yang terkenal seperti Menara Eiffel tetapi Pemakaman Pere-Lachaise, pemakaman sastrawan-sastrawan dunia. Dimas dan Lintang sering mengunjungi pemakaman ini dan menjadi tempat favorit Lintang untuk menyendiri. 

'Pulang' hadir berdekatan dengan 'Amba' yang ditulis Laksmi Pamuntjak yang keduanya telah saya baca. Dengan tema yang kurang lebih sama, masing-masing cerita mempunyai kekuatan sendiri. Jika ditanya mana kah yang lebih disukai, saya akan memilih 'Pulang'. Satu lagi yang saya sukai dari novel ini dan patut dikasih jempol adalah ilustrasinya. Keren!

8 comments:

  1. oh gak sabar pengen baca buku ini (udah pesen sih, tinggal sabar menunggu paket dateng :)

    cerita dgn 3 latar sejarah yg beda, dr penulis kawakan, plus kenangan akan paris, bikin aku pengen baca bgt. apalagi dgn rating 5 of 5 dr dirimu... :)

    thanks ya utk reviewnya! (dan oh tnyata ada ilustrasinya juga yah? makin jatuh cinta)...

    btw thn depan ikut lagi yuk, Membaca Sastra Indonesia, aku akan buat utk Klasik dan Kontemporer.

    ReplyDelete
    Replies
    1. aku menunggu review 'Pulang' dari mbak made nih :)

      Siap Mbak Made,,nanti aku ikut membaca sastra Indonesia lagi. Masih banyak buku-buku sastra Indonesia yang pengen aku baca ^^

      Delete
  2. Azia... izin unggah review ini untuk Alinea Kata (AlineaTV) ya. boleh kan?

    ReplyDelete
  3. pengen banget buku iniii =D aku jadi inget sama para exile, akademisi Indonesia yang aku kenal waktu aku kuliah di belanda, dan nggak bisa pulang ke indonesia sampai sekarang. mudah2an bisa segera dapet buku ini =D

    ReplyDelete

Thank your for leaving comment. :)