Judul : A Long Way Gone : Memoirs of a Boy Soldier
Penulis : Ishmael Beah
Penerbit : Sarah Crichton Books / Farrar, Straus and
Giroux
Tahun terbit : 2007
Jumlah halaman : 229
Ishmael, anak laki-laki berusia dua belas tahun yang
menyukai musik rap dan hip hop melakukan perjalanan ke Matrru Jong, Sierra Leone.
Ia bersama Junior, kakak laki-lakinya dan beberapa temannya membentuk kelompok
musik yang akan pentas di talent show temannya. Ketika mereka berada di kota
Matrru Jong. Pemberontak datang menyerang kota mereka dan menembaki penduduk yang
tidak bersalah. Ishmael tertahan dan tidak bisa pulang ke rumah. Kota mereka
dikuasai oleh pemberontak. Ishmael memikirkan nasib orang tuanya yang tidak
diketahui.
Kota Matrru Jong adalah kota berikutnya yang jatuh
ke dalam tangan pemberontak. Ishmael terjebak dalam chaos dimana orang berebut
menyelamatkan hidupnya masing-masing. Histeris dari orang tua kehilangan anak
dan anak yang terlepas dari genggaman ibu mereka bercampur dengan suara
tembakan pemberontak. Ishmael bersama enam anak lainnya berlari bersama
penduduk yang bersembunyi ke hutan.
Pemberontak RUP menganggap aksi mereka sebuah
perjuangan untuk kemerdekaan dengan memberontak pemerintah yang korup. Korban
jatuh lebih banyak dari kalangan sipil. Ishmael gemetaran melihat pemberontak
menembak sesuka hati dari tempat persembunyian. Kota yang sudah jatuh ke tangan
pemberontak bergelimpangan mayat-mayat yang dibiarkan membusuk di jalan. Dalam
pelarian, masalah utama yang mereka hadapi adalah kelaparan. Diam-diam kembali
ke Manttru Jong untuk mengambil apa yang bisa dimakan. Ishmael nyaris
tertangkap pemberontak. Ia dan teman-teman berlari menjauhi Mattru Jong.
Pemberontak merekrut remaja seusia mereka untuk dijadikan prajurit. Hal
tersebut membuat kehadiran mereka dicurigai oleh penduduk desa. Pakaian
dilucuti dan mereka diinterogasi sampai kepala desa menilai mereka tidak lebih
dari anak-anak yang mencari perlindungan.
Di desa lainnya mereka mendapatkan serangan
tiba-tiba dari pemberontak. Dalam situasi chaos, Ishmael terpisah dari kakak
dan teman-temannya. Ia kembali berjalan tidak tentu arah. Ishmael berjumpa
dengan anak-anak lain yang sebaya dan bergabung dengan mereka. Di samping
kedatangan kelompok mereka yang dicurigai penduduk desa, mereka mendapati
kemurahan hati orang-orang yang memberikan makanan dan tempat berteduh. Namun
hal tersebut tidak lama, mereka harus keluar dari desa dan kembali ke jalan.
Ishmael bertemu seorang wajah dikenali yang memberitahunya kehadiran
keluarganya di suatu desa. Ketika ia memasuki desa tersebut, pemberontak sudah
berada lebih dulu di desa tersebut. Desa tersebut porak poranda dan mayat
bergelimpangan dimana-mana.
Pelarian Ishmael sampai pada desa yang dikuasai
tentara pemerintah. Awalnya ia dan teman-temannya membantu pekerjaan dapur.
Tentara pemerintah merekrut anak laki-laki menjadi prajurit. Kebencian mereka
pada pemberontak dimanfaatkan untuk melatih mereka. Bayangkan mereka yang
membakar rumah kalian, membunuh orang tua kalian, dan orang yang bertanggung
jawab atas apa yang terjadi pada hidup mereka.
Dalam pertempuran pertamanya, Ia melihat dua anak
laki-laki yang berusia 7 dan 8 tahun memanggul senapan yang lebih tinggi dari
tubuhnya. Mereka tewas saat pertama kali diterjunkan ke medan pertempuran. Lama
kelamaan Ishmael mahir menggunakan senjata AK 47 dan bayonet hingga ia dijuluki
green snake.Kegemaran tentara setelah berperang tertular juga pada Ishmael,
menonton film perang Holywood dan memakai heroin.
Setelah dua tahun bergerilya bersama tentara
pemerintah, Ishmael dibawa ke Freetown, ibukota Sierra Lone. Mantan tentara
anak baik dari pemerintah maupun dari pemberontak RUF dikumpulkan dan dibina di
bawah Unicef. Kesempatan kedua menata hidup setelah masa kecil mereka terkoyak
perang bersaudara. Fase adaptasi awalnya sulit bagi mereka. Emosi gampang
meledak dan merusak fasilitas tanpa alasan. Bahkan perang kecil terjadi antara
mantan tentara pemerintah dan pemberontak. Kebiasaan menghisap marijuana dan
memakai heroin juga menjadi masalah. Ishmael dihantui mimpi buruk dan tidak
bisa tidur nyenyak. Secara rutin, ia harus ke rumah sakit menjalani pemeriksaan
medis. Perawat bernama Esther mendengarkan semua kisah hidup Ishmael,
mimpi-mimpi buruknya dan kesukaannya dengan musik reggae dan rap.
Kisah hidup Ishmael ini sungguh inspiratif. Masa
kanak-kanaknya terjebak dalam perang saudara di Sierra Leone. Pelarian bersama
anak-anak lainnya membawa kecurigaan penduduk desa yang mereka singgahi hingga
akhirnya ia bergabung menjadi tentara anak di pasukan pemerintahan. Menariknya Ishmael
tidak menonjolkan sisi heroik atas jalan hidupnya. Ia menuturkan kisahnya apa
adanya. Ishmael beruntung mendapat kesempatan menceritakan pengalamannya di
PBB. Hal tersebut membuka mata dunia mengenai mantan tentara anak yang kembali
ke masyarakat. Kondisi keamanan dan politik Sierra Leone kembali bergejolak
setelah Ishmael pulang dari Amerika. Pasukan bersenjata memasuki ibukota
Freetown. Tidak ingin terjebak dalam situasi yang sama, Ishmael menempuh risiko
menyeberangi perbatasan Sierra Leone.