Judul : Lampu Warna-warni
Penulis : Leila Aboulela
Penerjemah : Rahmani Astuti
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2012
Dalam kumpulan cerpen Lampu Warna
Warni, Leila Aboulela membagi ceritanya antara Sudan dan Inggris. Orang-orang
yang mengecap perguruan tinggi di Sudan lebih memilih mengadu nasib ke luar
negeri. Dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung. Perbedaan budaya dari
tempat perantauan dengan tanah kelahiran inilah yang menjadi inspirasi penulis
yang ia gambarkan melalui karakter-karakter cerpennya.
Cerita Lampu warna warni
menceritakan tokoh Aku yang teringat mendiang kakak laki-lakinya, Taha. Lampu
warna-warni yang menghiasi jalanan London di bulan Desember membuat airmatanya
mengalir. Taha meninggal dunia di Khartoum tepat di hari pernikahannya.
Penyebabnya adalah lampu-lampu hias yang dipasang di rumah. Kehilangan secara
tiba-tiba memberikan perubahan pada keluarganya. Oleh-oleh menceritakan Yassir
lelaki Sudah yang sedang pulang kampung ke Khartoum. Yassir telah menikah
dengan wanita "luar", sebutan untuk siapa saja yang bukan berasal
dari mereka, bernama Emma. Ibu dari Yassir kecewa karena putranya memberitahu
pernikahannya melalui surat. Tindakan yang tidak patut dalam budaya mereka. Kebanyakan
lelaki Sudan yang menikah bukan dengan orang Sudan tidak kembali menengok tanah
kelahirannya. Dalam cerita Tamu, Amina mmenceritakan kunjungan balasan dari
Zeinab yang berasal dari desa dan berpakaian seperti pengemis. Saling berbalas
bertamu nampaknya suatu kewajiban bagi mereka. Masalahnya Zeinab yang membawa
serta Hassan, anaknya yang terkena polio datang pada waktu yang tidak tepat.
Burung Unta menceritakan Sumra yang
dari Khartoum menyusul suaminya Majdy yang sedang menuntut ilmu di Inggris.
"Kau kelihatan seperti penduduk dari Dunia Ketiga",ujar Majdy.
Suaminya berpendapat jika hidup di negara modern harus berpikir sesuai dengan
masyarakatnya. Semua sikap yang menurutnya ketinggalan zaman harus
ditinggalkan. Burung Unta hanya seorang teman Sumra ketika kuliah. Sedikit
bersinggungan dengan perjalanan Sumra ke Inggris. Apakah iman masih tetap
diyakini setelah bermukim di benua biru? Pertanyaan tersebut tersirat di cerita
Pemuda dari Warung Kebab. Kassim mempunyai ayah dari Maroko dan ibu dari
Skotlandia. Ia dibesarkan dalam kesekuleran ibunya. Kassim baru mengenal agama
setelah berteman dengan pemuda-pemuda arab. Dina, kebalikannya, ayahnya dari
Skotlandia sementara ibunya dari Mesir. Keluarga ibunya telah mengucilkan
ibunya. Walaupun dilahirkan dari orang tua muslim, ia tidak pernah diajarkan
shalat dan ibunya kecanduan alkohol. Kassim yang bertemu Dina dalam suatu acara
amal tidak hanya membuat Dina jatuh hati. Melalui Kassim, pintu hati Dina
terketuk oleh panggilan yang lebih murni, iman.
Makan Siang Selasa bercerita
tentang anak perempuan berusia delapan tahun, Nadia. Dalam menu makan siang
sekolah tersedia beberapa menu seperti rissoto ayam, pai daging babi, dan
sayur-sayuran. Ibu guru telah dipesankan Lateefa, mama Nadia, untuk tidak
memberi daging babi. Suatu ketika ibu Hitchson yang biasa membagikan makanan
tidak masuk. Nadia yang tergoda makanan haram yang membuatnya penasaran. Ia
mencicipi pai daging babi diam-diam. Apa yang terjadi setelah itu ? Jackpot!
Dalam cerita Pulanglah Sendiri, Nadia sudah dewasa. Ia mengunjungi sahabatnya
Tracy di panti aborsi. Nadia berbohong pada ibunya karena kalau Lateefa ia
pasti marah. Tracy tumbuh bebas seperti remaja barat umumnya sementara Nadia
masih patuh dalam perintah orang tua hingga untuk berpacaran pun malu. Dalam
Museum, Shadia yang telah bertunangan dengan anak keluarga kaya sedang menuntut
ilmu di Skotlandia. Shadia bertemu dengan Bryan.
Lalu cerita lain Majed, tentang
Hamid yang menikahi mualaf demi mendapat visa. Istrinya berganti nama Ruqiyyah
setelah memeluk agama Islam. Ruqiyyah menjalani ibadah lebih khusyuk dari
Hamid. Dalam cerpen Kekasih, Madja akan bertunangan dalam waktu dekat.
Kekasihnya Sameer sedang kuliah di Amerika Serikat. Dalam budaya Sudan hubungan
muda mudi dipererat dalam pertunangan. Ibu Sameer yang keturunan afro-american
merasa anaknya terlalu cepat melangkah ke pernikahan. Cerita lama, cerita
baru mengisahkan pernikahan antara pria Skotlandia mualaf dengan janda Sudan.
Pernikahan tersebut berlangsung di Khartoum, yang membuat pria tersebut
mengalami gegar budaya. Dan dua cerita terakhir ; Hari-hari Berputar dan
Permadani Radia yang seperti dongeng.
Menurut orang Eropa, Afrika
terdengar unik dan eksotik.Sayangnya kekaguman sepintas yang diucapkan dibalas
dengan kesulitan hidup di benua hitam tersebut. Orang Sudan yang mengecap
kehidupan barat enggan kembali ke tanah kelahiran mereka. Yang listrik dan air
susah didapat. Penghasilan yang tidak seberapa dibandingkan orang penggangguran
di eropa yang mendapat tunjangan pemerintah. Pembatasan gula karena pemerintah
tidak kuat untuk impor gula. Orang-orang akan iri pada yang bekerja di luar
negeri. Rasa rindu pada kampung halaman, kebiasaan-kebiasaan lama tetap lah
ada. Bukan kah masih lebih baik hujan batu di negeri sendiri daripada hujan
emas di negeri orang ?
Mungkin inilah esensi dari negeriku,
yang paling kurindukan. Mukjizat-mukjizat yang terjadi sehari-hari,
keseimbangan antara apa yang normal dan yang kacau. Kekaguman dan rasa syukur
untuk hal-hal sederhana. Tempat orang-orang meyakini bahwa hanya Allah yang
abadi.
Untung orang Indonesia rasa cinta tanah airnya kuat. Cinta tanah air belum tentu nasionalis. Karena sesukses apapun mereka di negeri orang, ketika tua kebanyakan selalu ingin kembali ke Indonesia. Apalagi kalau masih punya keluarga besar di tanah air.
ReplyDelete