Ronggeng Dukuh Paruk by Ahmad Tohari
My rating: 5 of 5 stars
Apa buku pertama yang dibaca di tahun 2012? Yeay! Ronggeng Dukuh Paruk – Ahmad Tohari. Sudah dibaca dari seminggu lalu dan diniatkan untuk menutup bacaan tahun 2011 tapi karena waktu luang yang sempit jadinya buku ini baru tamat dibaca di hari pertama 2012 ini. Sebelumnya saya sempat mengulas film Sang Penari di blog tanpa pernah membaca kisah Srintil-Rasus. Karena saya menonton filmnya dulu baru membaca bukunya maka saya jadi membayangkan wajah-wajah pemain film Sang Penari terutama Rasus. Tak salah memang jika ada yang kecewa dengan filmnya karena memang ada yang berbeda dengan novelnya.
Dukuh Paruk, dusun kecil yang terpencil dimana pusat kebatinan dan kepercayaan mereka ada di makam Ki Secamenggala. Warga dukuh paruk masih bertautan tali saudara yang berasal dari moyang mereka, Ki Secamenggala. Disinilah tumbuh bersama Srintil dan Rasus yang masing-masing yatim piatu dan dibesarkan oleh nenek-kakek mereka. Srintil sering bermain tembang-tembangan dan menari seperti ronggeng dengan Rasus dan teman-temannya di bawah pohon nangka. Srintil tidak pernah melihat pentas ronggeng tapi ia dapat menari sebaik ronggeng. Di Dukuh Paruk terdapat kepercayaan jika perawan tidak bisa menjadi ronggeng kecuali roh indang merasukinya.
Kehidupan dukuh paruk kembali menggeliat semenjak adanya ronggeng baru,Srintil yang ayu dan kenes. Serta merta Srintil menjadi milik semua orang Dukuh Paruk. Dukuh itu menjadi semarak dengan pentas ronggeng. Musik Calung, lenggokan, keluwesan tubuh Srintil menari dan sesekali diiringi celoteh cabul Sakum yang buta adalah daya tarik yang menembus keterpencilan dukuh paruk. Nama dan kecantikannya dikenal dimana-mana. Sementara itu bukan main perihnya hati Rasus yang seperti menemukan sosok ibu yang tak pernal dikenalnya di diri Srintil. Rasus meninggalkan dukuh paruk setelah srintil menyerahkan keperawanannya sesaat sebelum ritual bukak-kelambu.
Kisah Srintil-Rasus bergulir dengan garis hidup masing-masing. Rasus menghilang dari Dukuh Paruk dan dilatih menjadi tentara. Srintil semakin kaya dan laris pentas ronggengnya. Sampai disini memang tidak ada perbedaan yang kentara dengan film Sang Penari. Bagaimana ronggeng dipergunakan oleh Bakar,seorang aktivis partai komunis, untuk membakar semangat massa lebih hidup di filmnya. Orang-orang Dukuh Paruk yang jangankan melek politik, melek huruf saja tidak, tidak mengerti dengan siapa mereka berkawan. Uluran tangan pak Bakar diterima dengan baik oleh Dukuh Paruk. Ronggeng Dukuh Paruk seringkali naik pentas di rapat-rapat,panggung-panggung partai. Namun yang tidak ada di film yaitu setelah acara seringkali massa merojeng padi yang siapapun tanpa alasan. Kerusuhan seringkali terjadi ketika pemilik sawah mempertahankan harta mereka dan tak sedikit yang terkapar kaku diujung kapak.
Ketika terjadi peristiwa 1965, sebuah masa kelam di sejarah negeri ini. Nama Srintil dan beberapa warga Dukuh Paruk terdapat di daftar nama yang dicari. Ia ditahan. Dukuh Paruk dibumihanguskan. Tidak mudah menjadi warga Dukuh Paruk karena mereka dihindari, seolah-olah mereka turut sama bersalahnya dengan orang-orang partai komunis . Ketika Rasus kembali gubuk-gubuk baru telah dibangun kembali. Dari keterangan Sakum,Rasus mencari Srintil di tahanan. Sayangnya ketika bertemu tidak ada kata yang keluar. Srintil bebas setelah 2 tahun ditahan.
Di film, cerita berakhir menggantung. Adegan Rasus bertemu kembali dengan Srintil. Lalu Srintil bersama Sakum berjalan jauh sambil menari dan menembang. Tamat. Sementara kisahnya tidak seperti itu di dalam novel. Srintil kembali menata hidupnya di Dukuh Paruk. Dengan mengasuh Goder,anak kecil yang polos dan tak tahu menahu tentang geger 1965, ia menemukan kembali semangat hidupnya. Kehidupan itu seperti bandul yang mempunyai titik seimbang di tengah, kadang ia bisa condong ke kanan dan condong ke kiri. Jika dulu kedatangan Srintil membuat pedagang-pedagang memberikan dagangannya cuma-cuma. Jangankan mendekat ke Srintil, mereka berpura-pura tidak menyadari keberadaan Srintil.
Sebelum ditugaskan ke Kalimantan,Rasus pulang menengok Dukuh Paruk.Walaupun dia sudah tidak memiliki siapa-siapa di Dukuh Paruk. Dia datang ke tanah kelahirannya. Dukuh paruk yang dihukum sejarah. Dukuh paruk telah kehilangan harga diri, kebanggaan, dan kami tuanya. Dukuh paruk hanya mempunyai sisa harapan pada Rasus. Besar harapan akan Rasus memperistri Srintil. Dulu memang mereka menentang berkaitan dengan peran Srintil menjadi Ronggeng. Kini zaman berubah, Srintil sudah berusia 23 tahun. Kecantikannya masih ada. Dalam kebimbangan hati Rasus kembali meninggalkan Dukuh Paruk dan Srintil.
Harapan Srintil menjadi ibu rumah tangga sekarang bersandar kepada seorang lelaki,orang proyek dari jakarta bernama Bajus. Berbeda dengan banyak lelaki yang mendekatinya dengan berahi, Bajus sangat sopan dan tidak pernah bersikap tidak senonoh kepada Srintil. Perlahan-lahan, sosok Rasus terkikis dari hati Srintil. Namun ada udang di balik batu dari sikap Bajus. Kebaikan yang diberikan kepada Srintil tidak tanpa pamrih. Bajus mengatur supaya Srintil bisa melayani bos besar Bajus,pak Blengur. Srintil hancur ketika Bajus mendekatinya bukan mau menikahinya tetapi menginginkan Srintil untuk tujuannya mencari muka Bos besar sehingga bonus dan proyek tetap mengalir ke tangannya. Jiwa Srintil terguncang untuk sekian kalinya. Apalah artinya hidup jika didalam jiwa dan matanya kosong.
Setelah selesai bertugas di Kalimantan Barat, Rasus pulang ke Dukuh Paruk. Alangkah terkejutnya dia melihat ketidakwarasan Srintil. Rasus membawanya ke rumah sakit. Kisah kasih masih belum menemukan ujungnya.
Ah Rasus, bagi saya sekalipun dirimu gagah dan seorang tentara harusnya tidak boleh ragu-ragu terutama menyangkut hati seorang wanita. Coba saja dari awal dia mengakui hatinya untuk Srintil dan mau meperjuangkan cintanya. Srintil akan selamat dan mereka hidup bahagia. Yang menarik menjadi perhatian adalah sikap warga Dukuh Paruk. Mereka tidak bisa berkata ‘tidak’ dengan orang-orang luar dukuh yang dianggap lebih tinggi dan priyayi sehingga sungkan untuk menolak. Apalagi jika ada yang mengulurkan tangannya untuk membantu Dukuh Paruk seperti Bakar dan Bajus. Mereka polos sekali. Kepolosan inilah yang menjerat mereka dalam hutang budi yang mendatangkan musibah. Geger 1965 dalam kasus Bakar dan hilangnya kewarasan Srintil oleh Bajus.
View all my reviews
hehehe...belom punya
ReplyDeletehuwah cepet bgt ada komen *kaget*
ReplyDeleteMau pinjem Bang Epi?
mau tapi ntar aja deh...
ReplyDeletenungguin antrian bacaan buku kelar dulu
Oke sip sip ^^
ReplyDelete