My rating: 5 of 5 stars
Penerbit : Sheila,imprint dari CV Andi (Penerbit Andi)
Tahun terbit : 2010
Pada masa lalu ada seribu kasta serta garis nasib di India. Sekarang hanya tinggal 2 kasta: kasta perut buncit & kasta perut rata. Dan, hanya 2 nasib: makan atau dimakan.
The White Tiger adalah Ashok Sharma alias Balram Halwai alias Munna, seorang enterpreneur sukses di Bengalore. Bagaimana caranya? Balram membunuh majikannya dan membawa lari uang 700.000 rupee. Ia memukul kepala Mr Ashok dengan botol minuman keras dan menusuk pangkal lehernya. Melalui monolog yang ditujukan kepada perdana menteri Wen Jiabao,Balram menceritakan kisah hidupnya,majikannya dan negaranya India. Ada ironi dan tragedi yang tidak ditemukan masyarakat dunia tentang India. Putar semua fakta yang pernah didengar tentang India melalui propaganda media maka yang akan ditemukan adalah kemiskinan, korupsi, suap, dan ketidakadilan sosial.
Balram Halwai dilahirkan di desa Laxmangarh di dekat distrik Gaya, India Utara. Ia dibesarkan di daerah sungai Ganga yang disebut penduduk, daerah Kegelapan. Balram termasuk anak yang pintar. Ketika Inspekstur sekolah datang,ia memujinya kecerdasan Balram. 'Di hutan,hewan apakah yang paling langka-sosok yang hanya muncul sekali dalam satu generasi' Harimau putih. 'Kau bagai harimau putih di tengah hutan ini'. Inspektur akan mengusulkan beasiswa untuk Balram. Namun hal tersebut tak pernah terjadi, Balram terpaksa putus sekolah karena kemiskinan. Ia dan Kishan,kakak laki-lakinya,mulai bekerja.
Beranjak dewasa, Balram dan Kishan pergi ke kota Dhanbad. Kota setengah matang yang dibuat untuk orang-orang yang setengah matang. Kota Dhanbad merupakan kota tambang batu bara. Sistem kasta masih berpengaruh di India. Ketika melamar pekerjaan,kasta menjadi pertimbangan. Balram berasal dari kasta Halwai,pembuat gula-gula. Orang-orang berpikir tentunya ia pandai membuat makanan manis. Nasibnya harusnya seperti nasib nenek moyang yang tak jauh-jauh dari pembuat gula-gula. Kishan meneruskan bekerja di kedai the Dhanbad. Sementara Balram menjadi sopir di kediaman Bangau. Penghasilan keduanya dikirimkan ke nenek mereka di Laxmangarh.
Bangau adalah salah satu tuan tanah yang berkuasa di desa asalnya. Balram diterima karena sama-sama berasal dari daerah Laxmangarh. Bangau memiliki dua anak, si Luwak dan Mr Ashok. Keduanya bagai langit dan bumi. Luwak bersifat licik dan kasar. Mr Ashok lebih ramah. Mr Ashok mempunyai pemikiran yang lebih maju,ia baru kembali dari Amerika. Menjadi sopir tidak sebatas menyetir kendaraan tapi tugasnya juga membersihkan halaman,menyapu lantai dan macam-macam tetek bengek lainnya. Balram menyerap semua pembicaraan keluarga Bangau. Dari situ dia mempelajari bagaimana Bangau mempertahankan bisnisnya. Suap orang yang tepat dengan jumlah uang yang tepat maka kau akan aman. Balram melihat bagaimana majikannya menjilat kepada penguasa ketika masa-masa pemilu.
Mr Ashok sebenarnya orang baik. Sekembali dari menamatkan pendidikan di Amerika Serikat, ia pulang dengan istrinya yang disebut Pinky Madam oleh Balram. Mr Ashok tidak memandang pembantu terlalu rendah. Istrinya menginginkan mereka kembali ke New York tapi ia melihat dirinya lebih dibutuhkan di India. Hanya saja cara-cara Mr Ashok tidak sesuai dengan keadaan. Akhirnya ia mau tak mau pun ikut terjebak dalam sistem yang korup.
Ketika Balram menggorok leher majikannya,saya membayangkan adegan film The Raid ketika Mad Dog ditundukkan oleh Rama-Andi. Jujur saya tidak menyukai pembunuhan tersebut yang dikatakan Balram seperti orang Muslim menggorok leher ayam. Selain Balram sering menyinggung perbedaan kasta,ia juga kurang mempercayai orang Muslim. Persoalan antara Hindu dan Muslim cukup pelik di Hindia. Ram Persad, si sopir utama keluarga Bangau ,adalah Muslim, ia harus berpura-pura menjadi Hindu untuk bekerja. Tapi ketika Balram telah menjadi entrepreneur menjadi lebih menghargai orang muslim dari karyawan-karyawannya di Bengalore.
Dari awal saya bertanya-tanya kenapa monolog Balram ditujukan kepada perdana menteri China Wen Jiabao, kenapa bukan Amerika Serikat, Inggris atau Indonesia? Balram memperkirakan dalam dua puluh tahun orang kulit akan punah, hanya ada orang-orang kulit kuning dan kulit cokelat di puncak piramida yang akan menguasai seluruh dunia. Wajar saja seringkali ada perbandingan India dan China yang diutarakan oleh Balram.
Aravind Adiga |
Karya debut dari Aravind Adiga ini berhasil meraih penghargaan Man Booker Prize tahun 2008. The White Tiger menyulut kontraversi di negeranya sendiri, India. Penulis Aravind Adiga dinilai tidak menggambarkan India dengan tepat. Pihak yang kontra berpendapat Aravind hanya menampilkan sisi buruk dari India dan itu membuat resah orang India sendiri karena menyangkut perspektif internasional. Latar belakang Aravind juga dipertanyakan dalam menulis The White Tiger. Bagaimana seseorang yang dibesarkan di Australia dan menamatkan studi di Universitas Columbia dan Universitas bisa mengetahui lika-liku kehidupan rakyat miskin? Aravind melakukan observasi dan menghabiskan waktunya dengan penarik rickshaw di stasiun-stasiun. Dalam proses kreatif Aravind mengakui buku Midnight Children karya Salman Rushdie mempunyai pengaruh yang kuat dalam bukunya.
View all my reviews
pengen banget baca ini, tapi kayaknya sudut pandang penulisnya agak2 dipertanyakan ya??? hehehe
ReplyDeleteKeren lho bukunya :). Cuman yang agak dipertanyakan mungkin latar belakang penulisnya yang termasuk 'orang berada' dan dibesarkan di luar India menulis tentang kemiskinan. Korupsi mungkin hal yang sensitif mengingat India sekarang diperhitungkan sebagai new emerging country. Yang aku baca kontraversinya itu, gambaran yang sapi masih di jalan itu seperti 30 thn yang lalu (katanya). Secara keseluruhan buku ini oke ^^.
Deleteaku ada bukunya, hasil titipan temen untuk balikin ke temen yg punya, hehe, baca dulu ah sebelum dibalikin ke empunya buku :))
ReplyDeletebaca dulu aja lis,hehehe
DeleteAku juga suka banget buku ini.. Lebih ke cara berceritanya yang penuh sarkasme.. Hehe.. :D
ReplyDeleteCara berceritanya Balram kadang-kadang penuh ironi ya. Cukup menohok ^^
Deletehampir mirip dengan tanah tabu, Anindita juga tidak menginjak Papua ketika membuat novel itu, menurutku yang penting apa pesannya, apakah pesan itu tersampaikan?
ReplyDeletebegitu siiih
*mulai deh sok tau*
Anindita dari studi literatur aja (klo ga salah), sementara si aravind melakukan observasi dengan mendatangi stasiun-stasiun dan menghabiskan waktu bersama penarik rishaw di India.
DeleteSetuju, yang penting pesan dari buku tersebut 'ngena' di pembaca ^^
nice post :)
ReplyDeleteditunggu kunjungan baliknya yaah ,