Korupsi by Tahar Ben Jelloun
My rating: 4 of 5 stars
Buku ini menceritakan kisah hidup Murad,seorang insinyur yang bekerja di kementerian Pekerjaan Umum Maroko. Pegawai negeri yang hidup sederhana,jujur dan bermartabat. Posisinya cukup penting tanpa parafnya tidak ada ijin membangun. Dengan gajinya yang standar untuk menghidupi keluarganya,membayar yang sekolah anak-anaknya, dan sewa rumah tidaklah cukup. Ia kerap berutang pada warung tetangga. Murad mempunyai asisten bernama Hamid. Secara jabatan,Hamid berada di bawah Murad tapi gaya hidup Hamid berbanding terbalik dengan Murad. Hamid tinggal di vila,mempunyai mobil mewah,berlibur ke Eropa,mampu ke Mekkah dua kali setahun.
Murad bukannya tidak tahu ada negoisasi di luar kantor. Ia pun mendapatkan pemberian-pemberian dari pemohon ijin. Pemberian tersebut bentuknya bermacam-macam seperti Amplop penuh uang, kambing sewaktu Idul Adha, tiket pesawat untuk Umrah bahkan wanita cantik. Semuanya dikembalikan kepada pengirimnya. Murad dikenal mempunyai integritas 'manusia besi'. Pemohon ijin akhirnya mencoba
'Aku cuma tahu bahwa apa yang disebut mereka "sistem" itu tidak cocok bagi orang-orang seperti aku. Aku adalah sebutir pasir yang masuk ke dalam mesin korupsi itu dan menjadikannya berderit'
Kelurusan Murad membuat berang istrinya,Hilma. Hamid menyeret keluarganya ke dalam kemiskinan. Hilma ikut membantu pemasukan keluarga dengan menerima jahitan. Hilma membandingkan Murad dengan ipar-iparnya yang sukses. Karena pengaruh lingkungan dan keluarganya,Hilma jadi lebih menuntut. Mereka sering cekcok dan yang bisa membahagiakan Hilma adalah uang. Murad merasa cintanya pada Hilma terkikis pelan-pelan. Ia mulai memikirkan Nadia, sepupunya yang janda.
Direktur,atasan Murad, sudah cukup mengajarkan tentang 'keluwesan'. Namun Murad memiliki perbedaan pandangan dengannya.Bathin Murad seringkali dilema ketika ia berhadapan dengan amplop uang. Apakah ia terima atau dikembalikan. Jika diterima,ia bisa melunasi hutang-hutangnya dan untuk biaya berobat anak perempuannya,Karima.
Sebuah berkas dari Tuan Sabbane diserahkan Haji Hamid. Berkas itu terdiri dari dua amplop. Salah satu amplopnya berisikan uang dan tidak ada keterangan di sampulnya. Namun maksud hati Tuan Sabbane sudah jelas. Jumlah uang tersebut sama dengan empat kali gaji Murad. Jika melakukan hal tersebut dalam 2 minggu saja,ia bisa kaya. Sewajarnya tiap berkas harus mengikuti prosedur dengan melalui proses tender bersama yang lain. Ah proses tender itu hanya formalitas. Kembali bathinnya berperang.
'Kalau kulakukan hal itu,aku tak akan bisa mundur lagi. Itu akan menjadi awal dari jeratan. Kehidupanku akan berubah. Akan ada satu amplop dan amplop lainnya'
Murad akhirnya memilih mengosongkan amplop dan menyelipkan uangnya dalam buku tebal Jean Paul Satre. Murad merasakan dirinya menjadi orang lain. Pembenaran muncul. Ia tidak mencuri,tidak mengambil apapun dari siapapun. Ia hanya mempermudah seseorang untuk melakukan pekerjaan. Sementara itu kehidupan rumah tangganya goyah,hubungan Murad dan Nadia semakin dekat. Murad sering mengunjungi rumah Nadia. Buku tebal yang berisikan uang pun dititipkan di rumah Nadia.
Amplop pertama sudah dinikmati,berikutnya datang lah amplop kedua yang berisi dollar karena yang mengajukan dari perusahaan Amerika. Ketika menghabiskan ‘uang-uang pelicin’ kerapkali ia merasa gundah namun suara hatinya ia abaikan saja. Bercak-bercak putih muncul di wajah Murad,seolah-olah kulit dan tubuhnya menolak uang haram tersebut. Tak lama kemudian,Murad mendapat kunjungan dari 'tuan-tuan dari komisi'. Ruang kerjanya digeledah. Hasilnya Murad diskors dan dituduh menggelapkan harta rakyat. Yang dimaksud harta rakyat adalah mesin tik tua yang ia bawa pulang ke rumah. Tuduhan tersebut kesannya dicari-cari oleh 'tuan-tuan dari komisi'. Murad berdalih ia hanya meminjam (tanpa niat mengembalikan) dan bukan mencuri. Skorsing membuat Murad tidak mempunyai kekuasaan lagi. Tanda tangannya tiada arti.
Murad pada dasarnya orang yang jujur. Semua pekerjaan dilakukan sesuai alurnya. Yang membuatnya ia tergoda adalah desakan dari lingkungannya. Istri dan asistennya mempengaruhinya untuk korupsi. Dua kali menikmati uang amplop tapi ia justru diskors karena masalah sepele. Sementara orang-orang yang menikmati uang berjuta-juta seperti Haji Hamid tetap menikmati hidup tanpa gangguan.
Novel ini merupakan bentuk solidaritas pengarang Tahar Ben Jellaun kepada penulis Indonesia,Pramoedya Ananta Toer. Tahar sangat mengagumi karya-karya Pram. Penulis Maroko ini sempat berkunjung ke Jakarta namun ia tidak bisa menemui Pram. Saat di jakarta,ia membaca karya PramYang berjudul korupsi (1954) dan mengilhami buku yang berjudul sama dengan kasus yang terjadi di Maroko.
"Di bawah langit yang berbeda, dan berjarak beribu-ribu kilometer,ketika didera oleh kesengsaraan yang sama,kadang-kadang jiwa manusia menyerah pada setan yang sama" – Tahar Ben Jelloun.
setan yang sama menurut Ben Jelloun berarti setan itu mengglobal yaa, hehehehe..
ReplyDelete*pentungin setan*
setan korupsi itu ada dimana-mana.. engga cuma banyak di Indonesia aja :D
Delete