Monday, August 27, 2012
Student Hidjo
My rating: 2 of 5 stars
Judul buku : Student Hidjo
Penulis : Mas Marco Kartodikromo
Penerbit : Penerbit Narasi
Tahun Terbit : 2010
Setelah Hidjo tamat sekolah HBS, Ayahnya Raden Potronojo mengirim Hidjo belajar ke Belanda untuk menjadi insinyur. Ibunda Hidjo, Raden Nganten Potronojo, khawatir anak satu-satunya nanti akan terjebak dengan pergaulan bebas di Eropa. Hidjo dikenal anak yang berperilaku baik, tidak banyak bicara, kutu buku, dan pendengar yang baik. Hidjo telah bertunangan dengan Raden Ajeng Biroe. Mereka masih ada hubungan keluarga dan dari kecil sudah dijodohkan. Selama 7 tahun mereka akan berpisah, Raden Ajeng Biroe percaya Hidjo akan setia padanya. Walaupun sudah ada calon istri, Hidjo sering terkenang dengan kecantikan adik perempuan temannya, Raden Ajeng Woengoe.
Kepergian Hidjo ke Belanda membuat Ibu dan tunangannya jatuh sakit. Mereka beristirahat di Hotel Barataadem. Disana mereka bertemu dan berkenalan dengan Raden Adjeng Wongoe dan Ibunya,Raden Ayu Regent. Ayahanda Raden Adjeng Wongoe adalah Regent di Kabupaten Djarak. Kedekatan mereka selama di hotel membuat Raden Nganten Potronojo dan Raden Ajeng Biroe diundang untuk menginap di Djarak. Kakak laki-laki R.A Wongoe jatuh hati kepada R.A Biroe. Terjadilah cinta segiempat antara Hidjo-R.A Wongoe-R.A Biroe-Raden Mas Wardojo.
Hidjo mendapati kehidupan orang Belanda di Eropa berbeda dengan di Hindia Belanda. Di Belanda, Hidjo menumpang di rumah direktur maatschapij. Salah satu putri direktur, Betje, jatuh cinta dengan Hidjo. Sikap Betje jelas-jelas menaruh hati namun tidak ditanggapi oleh Hidjo. Selama beberapa waktu Hidjo masih memegang pesan ibunya.’Hati-hati dengan perempuan Eropa’. Karena kedinginannya,Betje pun mengolok-olok Hidjo dengan sebutan onzijdig (banci). Lama-lama,Hidjo menanggapi Betje juga hingga lupa lah ia dengan nasehat Ibunya.
Untuk mengenal sastra Indonesia pada masa kolonial,buku ini menarik. Namun ceritanya tidak sesuai harapan saya saat pertama kali membaca sinopsisnya. Judul ceritanya student Hidjo tapi porsi cerita mengenai Hidjo sedikit. Pertentangan budaya kolonial bukan dari tokoh bumiputera (Hidjo) tapi melalui tokoh Controleur Walter yang mencintai kebudayaan Jawa. Tokoh-tokoh bumiputera yang memang berasal dari kaum priyayi sepertinya tidak ada masalah dengan penjajahan. Bagaimana studi Hidjo di Belanda tidak diceritakan secara detail, lebih banyak menceritakan pergaulan Hidjo dengan Betje. Kisah R.A Wongoe-R.A Biroe-Raden Mas Wardojo yang berada di tanah air justru lebih dominan.
Student Hidjo merupakan cerita bersambung di harian Sinar Hindia pada tahun 1918. Dan diterbitkan dalam bentuk buku pada tahun 1919. Marco Kartodikromo (dikenal sebagai Mas Marco) adalah seorang wartawan dan aktivis pergerakan zaman kolonial Hindia Belanda. Ia pernah bergabung dengan Surat Kabar Medan Prijaji pimpinan Tirto Adhi Soeryo. Ia berguru ilmu jurnalistik kepada Tirto Adhi Soeryo. Ia pernah berkali-kali keluar masuk penjara kolonial Hindia Belanda karena tulisan-tulisannya yang kritis. Mas Marco bergabung ke organisasi Sarekat Rakyat yang dipimpin, H. Misbach. Organisasi ini dikenal dekat dengan Partai Komunis Indonesia, Pada pemberontakan komunis yang gagal pada tahun 1927, Mas Marco ditangkap dan dibuang ke Boven Digoel hingga akhir hayatnya.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Apakah mungkin para penulis zaman dulu masih takut-takut juga menulis apa yang sebenarnya terjadi di masa penjajahan, karena belanda masih 'menguasai' saluran informasi seperti koran?
ReplyDeleteKalau dari aku membaca kisah hidupnya Mas Marco ini, dia termasuk wartawan yang kritis. Mas Marco keluar masuk penjara Belanda karena tulisannya.
Deletekesuksesan butuh perjuangan
ReplyDeleteeh cerita ini bisa jadi menarik ya, tp setelah tahu kl beda dgn sinopsis, shg gak ilfil salah ekspekasi.. dan judulnya student hidjo juga jd bikin kita mikir itu ttg kehidupan si student indonesia di negeri belanda.. pdhl byk hal2 lain.
ReplyDeletebaru tahu juga kl buku ini terbit pertama kali thn 1918.. wow jaman kolonial bgt, dan bener, merupakan contoh sastra jaman kolonial. ceritanya yg gak terlalu ber-plot, buku ini sptnya tetap menggambarkan fenomena jaman itu (kaum priyayi yg tidak terlalu masalah dgn penjajahan, dll).
iya,,tokoh utamanya 'Hidjo' tidak sesuai dengan harapanku. :(
Delete