Judul : Half of a Yellow Sun
Penulis : Chimamanda
Ngozi Adichie
Penerjemah
: Rifa Iffati Farihah
Penerbit : Hikmah
Tahun Terbit : 2008
Jumlah Halaman : 767
Red was the blood of the siblings massacred in the North,
black was for mourning them, green was for the prosperity Biafra would have,
and, finally, the half of a yellow sun stood for the glorious future.
Di akhir tahun 1960-an, konflik
berdarah antar suku terjadi di Nigeria. Orang-orang Igbo yang sebagian besar
berasal dari daerah selatan diburu dan dibantai oleh orang Hausa dan Yoruba.
Konflik tersebut dipicu oleh kudeta militer dilancarkan perwira Igbo berhasil
menewaskan perdana menteri yang berasal dari utara. Sentimen anti Igbo menjalar
hampir di kota-kota bagian utara. Negara Biafra lahir dan menyatakan kemerdekaan dari Nigeria.
Rumah Odignebo dan Olanna begitu
hidup dengan suasana intelektual. Keduanya merupakan staf pengajar Universitas
Nigeria di Nsukka. Setiap malam rumah mereka menjadi tempat diskusi dan ajang
debat bersama rekan akademisi mereka. Mereka berdiskusi tentang bermacam-macam
hal, politik, dan budaya. Odignebo mempunyai semangat nasionalisme tinggi yang
membuat seorang gadis cantik seperti Olanna meninggalkan kenyamanan yang ia
punya. Olanna, gadis berpendidikan dan baru lulus dari universitas di Inggris,
berasal dari keluarga pengusaha yang kaya dan dekat dengan pemerintahan. Olanna
mempunyai saudari kembar bernama Kainene yang sama sekali tidak mirip dari
wajah maupun sifatnya. Kainene mempunyai kekasih orang Inggris bernama Richard.
Hubungan Olanna dan Kainene sempat renggang. Odignebo mempunyai seorang pelayan
laki-laki bernama Ugwu yang ia sekolahkan.
Konflik berdarah pertama-tama
terjadi di daerah utara, Olanna sedang mengunjungi paman dan bibinya. Mayoritas
penduduk di utara adalah Hausa dan Yoruba. Igbo hanya menjadi minoritas tetapi
seringkali menguasai ekonomi lokal. Ia melihat dengan mata kepala sendiri paman
dan bibinya tewas bersimbah darah. Olanna diselamatkan mantan kekasihnya,
Mohammed, yang merupakan orang Hausa. Di perjalanan pulang Olanna menjumpai
perempuan yang membawa bagian tubuh anaknya yang sudah mati. Trauma mendalam menyebabkan
jiwa Olanna terguncang dan sempat lumpuh beberapa saat. Arus pengungsi Igbo dari
wilayah utara mulai datang ke kota mereka. Orang tua Olanna mengungsi ke
London. Kainene tetap bertahan dan menangani bisnis di Port Harcout.
Odegnibo membawa Olanna, anaknya
Baby dan Ugwu mengungsi. Tentara Nigeria berhasil menduduki Nsukka. Olanna mau
tidak mau harus menyesuaikan diri dengan keadaan yang serba terbatas. Olanna
dan Odegnibo menikah secara sederhana dan di hari pernikahan mereka terjadi
serangan udara yang sengit. Odegnibo mulai bekerja di pemerintahan baru. Olanna
mengajar anak-anak dengan imbalan bahan makanan. Ugwu pun ikut menjadi guru
untuk anak-anak yang lebih kecil. Perang membuat Odegnibo larut dalam duka dan
alkohol. Ibunya yang bersikeras tidak ikut mengungsi dikabarkan meninggal
dunia.
Biafra diblokir Nigeria dari negara
luar. Nigeria melancarkan serangan militer melawan tentara Biafra yang
mengandalkan Ogbunigwe, ranjau darat. Kelaparan melanda hampir seluruh
kamp pengungsian. Bantuan makanan melalui jalan darat dihadang masuk oleh
tentara Nigeria. Pesawat bantuan terbang di malam hari agar menghindari
tembakan artileri dari tentara Nigeria. Pusat-pusat bantuan membagikan
bahan-bahan makanan yang semakin lama semakin sedikit jumlahnya. Anak-anak kecil
menderita Kwashiorkor atau gizi buruk. Manusia bisa bertindak buas jika
menyangkut masalah perut. Tindakan kekerasan tidak segan-segan dilakukan demi
mendapat makanan.
Ugwu terjaring razia tentara Biafra
yang menangkap pemuda dan melatih mereka bertempur. Pemuda yang tertangkap
tidak boleh lari jika tidak ingin ditembak. Salah satu tentara yang paling
kecil dan berusia sembilan tahun bernama Hi-tech, yang tidak hanya memanggul
senjata tapi sudah lihai menegak bir lokal. Ugwu terluka parah di suatu
pertempuran. Kabar gugurnya Ugwu diterima Olanna namun ia yakin Ugwu masih
hidup. Kesepakatan gencatan senjata menutup cerita perang sipil antara Nigeria
dan Biafra. Ugwu kembali berkumpul dengan keluarga Odegnibo setelah
identitasnya diketahui rumah sakit. Ugwu yang tadinya pelayan mendapat
pengakuan karena ia turut bertempur di lini depan. Ugwu mulai menulis di kertas
yang bisa ia manfaatkan. Tulisannya diberi judul Dunia Bungkam Ketika Kami Mati.
Olanna kembali ke rumah mereka yang sudah tidak berbentuk dan terbengkalai. Ia
kehilangan saudari kembarnya, Kainene yang tidak kembali setelah ia pergi
berdagang ke daerah perbatasan.
Kisah Half of a Yellow Sun diangkat
dari perang Biafra – Nigeria di akhir tahun 1960-an. Penulis Chimamanda Ngozi
Adichie menulis dari sudut pandang orang Igbo sebagai korban perang. Akar masalahnya
tidak hanya soal kesukuan. Faktor kecemburuan ekonomi, stigma negatif tentang
orang Igbo dan agama turut mengobarkan perang semakin menjadi. Beberapa tokoh
di cerita diambil dari orang-orang yang berperan nyata di perang Biafra. Perang
menghabiskan sisi kemanusiaan yang dimiliki manusia. Pembantaian keji dilakukan
terang-terangan. Perempuan menanggung beban traumatis dari kejahatan seksual
yang tidak hanya dilakukan dari pihak musuh bahkan dari orang-orang Igbo
sendiri. Banyak karakter tokoh yang menarik perhatian saya; Odegnibo yang
memiliki idealisme tinggi bahwa orang afrika mempunyai kedudukan sama dengan
orang kulit putih, Olanna yang cantik dan baik hati, Ugwu yang polos dan masih
mempercayai mistis, Kainene yang blak-blakan, ketus dan tangguh, dan Richard
sebagai satu-satunya tokoh kulit putih. Walaupun cerita perang yang tragis tetapi
pembaca masih bisa menemukan sedikit tawa dari kepolosan Ugwu.
Awalnya saya penasaran dengan Chimamanda
Ngozi Adichie karena tertarik Americanah. Saya baru ngeh jika Half of a Yellow
Sun sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia cukup lama. Sejauh ini saya
menyukai tulisan Chimamanda yang menghangatkan hati. Chimamanda lahir di Enugu,
Nigeria dari keluarga Igbo. Keluarganya turut menjadi korban perang Biafra. Orang
tuanya kehilangan harta yang mereka miliki. Kedua kakeknya tidak selamat dari
perang. Mereka dikuburkan di kuburan masal pengungsian yang tidak bernisan. Sebagai
generasi yang lahir setelah perang, Chimamanda hanya mendapat cerita samar-samar
dari keluarganya. Dari pelajaran yang ia dapatkan di sekolah, perang Biafra
masih misteri. Chimamanda merasa dihantui sejarah sehingga ia melakukan riset dan
menulis Half of a Yellow Sun, menulis untuk menolak lupa.
No comments:
Post a Comment
Thank your for leaving comment. :)