I Shall Not Hate by Izzeldin Abuelaish
My rating: 5 of 5 stars
"Sebagian besar negara di dunia telah mendengar tentang jalur gaza. Namun hanya sedikit yang tahu bagaimana rasanya tinggal disini,diblokir dan dibuat miskin,tahun demi tahun,dekade demi dekade,menyaksikan betapa janji2 dilanggar dan betapa kesempatan pun hilang" - Izzeldin Abuelaish
Jalur Gaza sepenuhnya dikendalikan oleh Israel-udara, air, tanah, laut. Ada tiga perbatasan sebagai jalur keluar masuk Gaza; Erez di sebelah barat, Karni di sebelah timur, dan Rafah di sebelah selatan yang berdekatan dengan Mesir. Semuanya dijaga ketat oleh Israel. Hanya ada 3 alasan untuk melintasi perbatasan : bekerja, belajar, atau membutuhkan perawatan medis. Untuk melewati perbatasan mau tak mau harus bersabar dengan belitan birokrasi Israel dan terkadang harus diinterogasi berjam-jam.
Izzeldin lahir dan besar di kamp pengungsian Jabalia. Keluarga Izzeldin berasal dari desa Houg,yang kini menjadi lahan pertanian milik Ariel Sharon. Kenangan akan kampung halamannya sebatas cerita dari kisah-kisah orang tua. Namun ia tidak terlena dengan nostalgia dan kemarahan kakeknya bahwa suatu saat akan kembali ke tanah mereka. Izzeldin mengalihkannya untuk belajar dan bertahan hidup. Keluarganya memiliki keterbatasan ekonomi, ia gigih mencari cara untuk membantu menambah penghasilan keluarganya. Sekalipun sering bekerja, Izzeldin anak yang berprestasi. "Aku masih ingat saat aku mendekap erat-erat bukuku bagaikan induk kucing mencengkeram anak-anaknya yang baru lahir. melindungi barangku yang paling berharga dengan nyawaku, meskipun kekacauan dan kerusakan terus terjadi di sekelilingku". Ia berjuang dengan jalannya sendiri melalui pendidikan yang mengantarkan menjadi dokter.
Izzeldin mendapat beasiswa pemerintah Mesir. Ia bekerja di rumah sakit Israel dan menjadi dokter palestina pertama di rumah sakit tersebut. Izzeldin meraih spesialisasi dalam bidang obstetri dan ginekologi. Bagi Izzeldin, tidak semua orang Israel adalah penjajah dan orang Israel tidak ada bedanya dengan orang Palestina. Saat usianya 15 tahun, Izzeldin bekerja di keluarga Israel di dekat kota Ashqelon. Pengalaman yang memberikan kesan mendalam,karena keluarga Israel tersebut memperlakukannya dengan adil dan bersikap baik. Kolega-koleganya di rumah sakit pun sangat menghargainya.
Tahun 2008, Izzeldin kehilangan istri tercinta yang mendadak meninggal karena leukemia akut. Sungguh tidak mudah bagi Izzeldin dengan bekerja seminggu di Israel dan meninggalkan delapan anaknya di rumah. Awal Januari 2009, tank-tank Israel memasuki Gaza. Roket-roket primitif yang dilontarkan ke wilayah Israel dijawab dengan serangan darat yang serius. Serangan tersebut berlangsung selama 23 hari tanpa ampun. Salah satu tank Israel berada didepan rumah Izzeldin. Dengan ponsel Izzeldin bisa berkomunikasi dengan Shlomi Eldar dan melakukan wawancara yang disiarkan radio Israel. Tank sempat ditarik dari depan rumahnya. Tidak lama setelah itu,pasukan Israel melemparkan bom dan menewaskan seketika 3 anak gadisnya: bessan,mayar, aya dan noor,kemenakannya. Saya tidak bisa membayangkan peristiwa keji tersebut. Walaupun dokter Izzeldin menuliskan secara rinci keadaan mereka rasanya sulit menerima tiga anak gadisnya yang cantik-cantik (bisa dilihat di cover depan) hancur lebur dengan tubuh yang terpisah-pisah oleh bom pasukan Israel. Ayah mana yang tidak merasakan kehilangan dan duka mendalam ketika anak-anak tak berdosa ikut menjadi korban. Namun tiada dendam dan benci di hati dokter Izzeldin. Balas dendam tidak akan bisa mengembalikan putri-putrinya. Kebencian adalah penyakit yang mencegah penyembuhan dan perdamaian.
Tanpa disulut dengan isu-isu agama,apa yang terjadi disana menyentuh hati siapa saja yang masih menyebut dirinya manusia. Kisah hidup Izzeldin dipaparkan dengan apa adanya,keterbatasan seorang palestina yang tidak bisa menikmati hidup seperti manusia lain yang bebas dan merdeka. Tembok pemisah hanya membuat orang Palestina semakin terpuruk dan orang Israel semakin paranoid. Ia menyadarkan publik Israel yang semulanya mendukung penuh serangan yang menewaskan putri-putrinya dan memberikan pengertian apa yang sbenarnya yang terjadi di Gaza.
View all my reviews
No comments:
Post a Comment
Thank your for leaving comment. :)