Judul : Entrok
Penulis : Okky Madasari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2010
Entrok dalam bahasa jawa berarti beha atau bra. Entrok pada
masa Marni tinggal berdua simbok masih termasuk barang mahal. Marni sudah
seharusnya memakai entrok tapi simbok tidak punya uang. Sehari-hari simbok
mengupas singkong di pasar Ngranget. Upah simbok hanya dibayar dengan bahan
makanan.
Entrok menjadi impian Marni. Marni ikut simbok ke
pasar. Di pasar, perempuan hanya dibayar bahan makanan. Laki-laki yang
biasanya dibayar dengan uang karena mereka mengangkut barang. Marni tanpa malu
turun ikut nguli dan mulai menawarkan jasanya. Sekeping demi sekeping ia
kumpulkan sampai terbeli lah entrok.
Impian Marni tidak berhenti setelah punya entrok. Marni
membeli bakulan untuk berjualan ke rumah-rumah. Dengan ditemani Teja, suami
yang tadinya kuli pasar, Marni berkeliling menjual sayur. Dagangan Marni
bertambah jenisnya yaitu panci dan wajan yang bisa dicicil setiap hari.
Bakulannya merambah ke bakulan duit. Marni akan meminjamkan uang dan orang
tersebut mengembalikannya dengan jumlah lebih besar. Seperti biasa bisa dicicil
setiap hari.
Rahayu adalah anak satu-satunya Marni dan Teja. Kehidupan
mereka sekarang tidak melarat seperti dulu. Mereks sudah punya rumah yang cukup
besar. Teja sering menghabiskan waktu di luar rumah, pulang dengan mulut bau
arak. Penyakit laki-laki kalau punya uang banyak ngelirik perempuan lain.
Marni membiarkan kelakuan Teja asalkan tidak berbuat di depan matanya.
Sekalipun sakit hati, Marni tak mau bercerai. Enak aja nanti harta dibagi dua.
Wong, dia yang capek cari uang lakinya tinggal nikmatin aja.
Rahayu mendapat ejekan anak rentenir, lintah darat yang
bikin orang susah. Rahayu malu dengan teman-teman sekolahnya. Hubungan anak ibu
ini tetap panas karena Marni masih nyuwun ke leluhur, Mbah Ibu Bumi Bapa Kuasa.
Setiap minggu Marni membuat tumpengan dan ayam panggang sebagai wujud syukur
atas rezekinya. Rahayu menolak mengikuti ritual Marni. Menurut Rahayu, ibunya
berdosa. Puncaknya saat sajen Marni dibuang oleh Rahayu. Kedua bertengkar
hingga saling diam beberapa hari. Setelah lulus SMA, Rahayu merantau ke Jogja.
Rahayu pulang sebentar untuk menikah dengan Amri, pria yang
sudah beristri dan beranak satu. Setelah menikah, tidak ada kabar berita dari
Rahayu. Marni pun tidak mencari tahu. Bertahun-tahun kemudian, Marni dikejutkan
dengan keberadaan Rahayu yang ditahan di Semarang. Naluri seorang ibu
meluruhkan pertikaian-pertikaian masa lalu. Ibu dan anak ini
bertangis-tangisan. Marni rutin mengunjungi Rahayu. Biaya perjalanan Singget -
Semarang tidak sedikit. Uang modal Marni ikut termakan. Demi anak tak apa lah.
Saat Rahayu keluar penjara, Marni harus membayar uang jaminan. Demi anak, sawah
tebu dijual.
Orang-orang yang bekerja di pabrik gula kaya-kaya dari
hasil ceperan. Marni bekerja keras untuk mendapatkan uang. Dua minggu
sekali ia harus menyetor uang keamanan ke bapak-bapak berseragam loreng.
Keadaan berubah cepat orang-orang tidak lagi meminjam uang Marni. Ada bank yang
menawarkan pinjaman dengan bunga lebih rendah.
Kenapa orang yang kaya karena kerja keras malah lebih
dipercaya memelihara tuyul atau melakukan pesugihan ? Sementara pak lurah,
karyawan pabrik gula yang banyak harta dari menilep uang haram dari sana-sini
malah disegani dan dikagumi ? Lha emangnya cukup dari gaji yang tidak seberapa
bisa beli ini-itu. Siapa yang jadi tuyul sebenarnya eh maksudnya yang
memelihara tuyul ?
Entrok sudah
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris “The Years of Voiceless”. Menurut saya
judul bahasa Inggrisnya lebih tepat dengan keseluruhan cerita. Dalam novel Entrok ini ada banyak peristiwa-peristiwa yang
perlu dicermati. Tindakan represif dari oknum yang menjaga keamanan. Tekanan
untuk orang Tionghoa. Perlawanan rakyat kecil mempertahankan tanah leluhur mereka.
Aparat selalu benar. Jika salah, kembali ke poin pertama. Bagi yang melawan
pilihannya mau mati atau ditangkap dan dicap komunis.
No comments:
Post a Comment
Thank your for leaving comment. :)