Judul : Orang-orang Proyek
Penulis : Ahmad Tohari
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2007
Hulu Sungai Cibawor menghanyutkan sampah-sampah, batang
pisang, hingga batang mahoni. Hujan deras di hulu sungai membuat banjir besar
di hilir. Banjir tersebut merusak persiapan pembuatan tiang jembatan. Hasil
kerja yang sudah memakan biaya ratusan kerja sia-sia. Orang-orang proyek harus
mulai dari awal lagi. Proyek jembatan ini dipimpin oleh Dakijo, ketua
pelaksanaan lapangannya di bawah tanggung jawab laki-laki muda bernama Kabul.
Sebenarnya proyek bisa saja mengantisipasi kerugian dari banjir jika
pembangunan dimulai pada musim kemarau. Pertimbangan politik lebih diutamakan.
Pembangunan jembatan digenjot selesai sebelum pemilihan umum. Peresmiannya
bertepatan waktunya dengan masa kampanye. Kabul pusing dengan biaya yang
membengkak. Mending budgetnya dipakai habis untuk beli bahan bermutu tinggi,
dana terkuras untuk hal-hal di luar proyek. Seperti sumbangan perayaan ultah
partai GLM, uang pungutan liar dari pejabat setempat.
Kehidupan di sekitar proyek jembatan Cibawor yang tadinya
wilayah kosong menjadi semarak karena bedeng-bedeng kuli, rumah makan Mak
Sumeh. Sesekali hiburan tante Ana yang berdandan ala perempuan meriuhkan
suasana malam di proyek. Hampir sebagian besar pekerja proyek adalah laki-laki,
hanya Wati yang mengurus administrasi yang perempuan. Kabul yang masih bujangan
dijodoh-jodohkan dengan Wati oleh Mak Sumeh. Kabuh menanggapi biasa saja tapi
ketika melihat Wati merengut ada yang berdesir di hatinya. Pak Tarsa pemancing
tua suka meniup seruling tak jauh dari proyek. Ia tidak hanya pandai meniup
seruling tapi lihai memancing suara hati Kabul mengenai hitam putih kehidupan.
Kabul dulunya aktivis di kampus. Kabul masih mempertahankan
idealismenya bahwa jembatan yang dibangunnya bermutu tinggi. Permainan
orang-orang proyek bisa terjadi dari lapisan terbawah seperti kuli atau tukang.
Kuli mau saja disuap warga untuk semen dari proyek. Mandor mencatut penerimaan
truk pasir. Hingga di tingkat sekelas kepala proyek. Pembiayaan jembatan yang
berasal dari hutang luar negeri tidak pernah dipikirkan. Jembatan yang jadi
adalah jembatan yang dibawah mutu dengan biaya dua kali lipat untuk membuat dua
jembatan yang bermutu baik. Tekanan datang dari orang partai bahkan pengurus masjid
setempat. Kualitas ang di bawah mutu tidak hanya tidak bertahan lama. Dampaknya
sampai pada keselamatan warga yang menggunakan. Kepala desa Cibawor, Basar,
dulunya teman diskusi semasa mahasiswa ikut menekannya.
Seberapa tahan Kabul menghadapi tekanan orang-orang proyek ?
Dilema idealisme versus pragmatis seperti ini sering
dirasakan setelah terjun ke kehidupan nyata. Praktek mark up dan pemborosan
anggaran dianggap hal yang wajar. Semua kebagian enak. Justru sikap Kabul yang
dianggap benalu bagi mereka yang telah terbiasa dengan ‘kewajaran’ orang-orang
proyek. Idealisme Kabul membuatnya bersikukuh untuk menolak bahan material yang
bermutu rendah. Faktor keselamatan menjadi perhatiannya. Bagi yang mementingkan
perut sendiri tidak akan terlintas di pikiran mereka akan keselamatan
masyarakat banyak. Ah kalau rusak lagi berarti ada proyek baru lagi yang
artinya uang tambahan mengalir lagi.
No comments:
Post a Comment
Thank your for leaving comment. :)