Judul buku : Perempuan-perempuan Tak Berwajah
Penulis : Francesca Marciano
Penerjemah : Rahmani Astuti
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun terbit : 2014
Sebuah penugasan
menawarkan pengalaman yang menantang bagi Maria, fotografer yang sedang
menekuni kuliner. Ia mendapat tawaran menjadi fotografer menemani wartawan
perang, Imo Grass, ke Afghanistan. Persiapan fisik dan mental dimulai. Sebelum
terbang ke Kabul, Maria mengikuti pelatihan ketahanan di Inggris. Selama dua
minggu Maria dilatih untuk menghadapi kondisi berbahaya.
Imo grass mempunyai
agenda untuk mewawancarai wanita Afghanistan yang bunuh diri karena kawin
paksa. Tidak mudah menguak sisi kehidupan wanita Afghanistan. Fotografi adalah
hal yang tabu menyangkut rupa wanita. Imo dan Maria dibantu oleh Hanif,
presenter tv lokal yang mempunyai pekerjaan sampingan penghubung orang asing di
Kabul. Koneksinya cukup dikenal oleh jaringan orang asing.
Imo hanya punya 3
minggu untuk meliput dan masalah mendekati wanita Afghanistan tidak semudah
yang ia bayangkan. Mereka berkendara ke luar Kabul untuk menemui Zuleya yang
melakukan percobaan bunuh diri. Zuleya belum genap 17 tahun namun ia dipaksa
menikah dengan pria yang usianya empat kali lipat darinya. Daripada menikahi
pria pilihan orang tuanya, Zuleya memilih mati. Setiap Maria mengeluarkan
kamera disertai dengan ketidaksetujuan dari kaum wanita.
"Kalian
orang-orang asing mengira kami memperlakukan kaum wanita seakan-akan kami hidup
di Abad Pertengahan dan ini merupakan sesuatu yang sangat memprihatinkan di
Barat dan kalian selalu menulis tentang ini di koran-koran kalian".
Imo terlihat ambisius
untuk mendapatkan wawancara dengan wanita Afghanistan yang mencoba bunuh diri.
Ia melakukan bukan karena memang peduli tetapi untuk mengejar deadline dan
santapan yang gurih untuk media barat. Dua wanita yang tidak mengerti dengan
budaya lokal Afghanistan. Ketimbang saya mendapatkan simpati dua wanita barat
yang melihat penderitaan wanita Afganistan, lebih banyak skeptis, rasa curiga
dari dua orang asing yang tidak mengerti apa yang mereka lakukan di
Afghanistan.
Indonesia
sempat disebut dua kali di novel ini. Pertama, ketika Maria mengikuti pelatihan
keadaan berbahaya di Inggris. Salah satu pesertanya akan pergi ke Indonesia
untuk meliput pemilihan umum. Kedua, dituliskan demonstrasi di Jakarta hujan
peluru. Kesan yang saya dapatkan Indonesia di novel ini sama berbahaya dengan
negara-negara yang rawan konflik lainnya.
No comments:
Post a Comment
Thank your for leaving comment. :)