Pages

Sunday, September 15, 2013

Surga Retak


Judul : Surga Retak

Penulis : Syahmedi Dean

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Tahun Terbit : 2013


"Tinggal di atas tanah negeri yang subur bukan berarti jaminan kesejahteraan siapa saja yang berdiri di atasnya. Hanya segelintir yang mujur mendapat gelimang kemakmuran, orang-orang yang mendapat gelimang kemakmuran, orang-orang yang punya warisan turun temurun, orang-orang yang berani berkata bahwa tanah yang mereka pijak adalah tanah hak milik mereka, para pendatang dengan tentara bersenjata,dan para penjudi nasib yang gagah berani. Kalau hanya sekadar jelata, bersiaplah melata."  

Sultan Mahmud Perkasa Alam, Raja Deli kedelapan (1858-1873) mengubah hutan belantara tanah Deli menjadi ladang uang. Adalah Jacobus Niyenhuis seorang Belanda yang memulai kerjasama dengan Raja Deli. Ia membuka lahan hutan dengan menanam tembakau dengan mendatangkan orang Tamil dari India selatan dan orang Shantou dari Cina Selatan. Rupanya hasil tembakau dari tanah Deli sangat bagus dan diminati orang-orang Eropa. Kucuran dana dari Eropa sangat besar untuk membuka kebun-kebun yang lebih luas di Deli.

Di tengah kegelapan malam, Suri dan kembarannya Fatma pergi dari Rantau Makmur oleh Bapak. Mereka mengendarai motor dan menembus perkebunan karet. Suri tak berani bertanya mengapa mereka tiba-tiba pergi dari rumah, meninggalkan Rantau Makmur. Suri terpaksa meninggalkan sekolah, meninggalkan teman-temannya, juga kekasihnya Murad. Ibu Suri pergi ke Hongkong karena Bapak kalah berjudi. Bagi bapak judi bukan hanya sekadar candu, ia melarikan diri dari kekalahan hidupnya. Semenjak ibu pergi, Fatma memilih tidak berbicara.

Di tempat yang baru ia, kampung Baturaja,mereka berkenalan dengan Tante Nur dan anak perempuannya, Rohanna. Sepertinya Bapak dan Tante Nur telah mengenal sejak lama. Suri dan Fatma sering dititipkan di rumah Tante Nur dan bermain bersama Rohanna. Alasan dibalik kepindahan Suri sebenarnya sama dengan penyebab Ibunya pergi ke Hongkong, Bapak mempertaruhkan mereka di meja judi. Paras cantik mereka berdua cantik membuat Koh Liang ingin memperisitri salah satunya. Anak buah Koh Liang mengejar Bapak sampai dapat.

Kampung Baturaja seringkali menjadi tempat pelarian penjahat. Ketika itu warga kampung dihebohkan mayat-mayat yang ditembak secara misterius, tanpa nama dan tanpa tahu asalnya dari mana. Yang mencolok dari warga kampung Baturaja adalah Nek Gintuk yang disegani di Baturaja karena keahliannya dalam dunia gaib. Kehebatannya tersohor hingga mendatangkan pasien-pasiennya dari negeri seberang, Malaysia. Suri mendatangi rumah Nek Gintuk karena rasa ingin tahu. Suatu ketika Nek Gintuk mengatakan bapak kandung Suri dan Fatma bukan Anto, tetapi orang kaya yang sudah menyiapkan harta untuk mereka berdua. Suri tidak percaya Bapak yang selalu dipujanya bukan Bapak kandungnya. Walaupun kerap ditelantarkan Bapak karena kegemaran berjudinya, rasa sayang Suri tidak berkurang.

Tiba-tiba Bapak menghilang. Atas kemauannya sendiri Suri pindah ke rumah Nek Gintuk. Sementara Fatma pindah ke rumah Tante Nur. Perlahan-lahan tabir misteri dari kehidupan Bapak terbuka. Ternyata hidup dengan Nek Gintuk membuat indera keenam Suri peka. Ia bisa melihat penampakan-penampakan gaib dengan jelas. Suri berkenalan dengan Wilson yang juga suka menggambar, di kuburan China. Nek Gintuk mendapatkan firasat bahwa sesuatu yang besar akan datang di masa depan Suri. Orang-orang Koh Liang terus memburu Bapak. Ketika Bapak kembali ke Baturaja terjadi kehebohan yang menyebabkan Suri harus lari ke kota Medan bersama Wilson,anak laki-laki yang ia kenal di pekuburan China. Wilson menitipkan Suri sementara pada Esther, tante dari pihak Mamanya. Namun dari sana lah, kisah Suri bergulir pindah ke pulau seberang, Singapura. Ia menikahi pria Singapura walaupun hatinya masih milik Murad.

Syahmedi Dean sebelumnya lebih dikenal sebagai penulis Metropop. Novel ‘Surga Retak’ adalah persembahan spesial untuk kampung halamannya, Deli Serdang. Cerita perkebunan Deli inilah yang membuat saya tertarik untuk membacanya. Kehidupan remaja di kebun karet dengan permasalahan sosialnya memberikan pengalaman baca yang baru bagi saya. Penulis bisa mencampurkan cerita-cerita yang unik mengenai bagaimana awal mulanya kedatangan Belanda di tanah Deli bersamaan dengan itu didatangkan kuli-kuli dari India, China, dan pulau Jawa dan bagaimana perlakuan tuan kebon terhadap kuli sampai masalah sosial dan perebutan lahan tak bertuan yang timbul bertahun-tahun di Deli setelah Belanda hengkang dari Indonesia.

Beberapa kali saya seperti tersesat dalam setting dan karakter. Awalnya saya pikir Suri adalah anak SD. Karena hobinya menggambar dan bermain-main di hutan karet bersama Murad. Setelah beberapa halaman baru lah saya ketahui Suri ternyata anak SMP. Masa sih anak SMP bersikap seakan-akan dia masih anak-anak. Lanjut ke setting, kisah Suri ini berlatar tahun 1987 saat - saat penembak misterius masih meraja lela. Susah sekali membayangkan era tahun segitu dimana anak Camat sudah disekolahkan ke Singapura. Itu kesan pribadi saya yang saya anggap angin lalu saja ketika membaca.   

Ada tokoh yang terlalu sedikit disinggung seperti Aminah, Ibu Suri dan Fatma, dan Edward Sebastian Goh, suami Suri. Ah sayang sekali, bahan cerita dan bumbu konfliknya sudah sangat menarik di awal. Semakin jauh saya membaca semakin banyak pertanyaan saya. Kejadian mistis yang dialami Suri saya pikir tidak masuk akal. Sepintas disinggung tentang mafia internasional yang melibatkan Edward tapi tidak ada kelanjutan ceritanya lagi. Saya bingung menemukan bagian cerita yang tidak konsisten. Di halaman awal dituliskan bahwa Ibu Suri yang dibawa Koh Hengky ke Hongkong masih mengirimkan uang untuk Fatma dan Suri sementara di bagian lain menyebutkan Ibu Suri melarikan diri.

“Bodoh. Anto tidak tahu bahwa istrinya masih mengirim uang dari Hong Kong, sampai sekarang, uang masuk ke kocek Koh Liang pribadi”. (Halaman 56).

“Berita dari saudara-saudara di Hong Kong sungguh kurang menggembirakan,hanya dua hari Aminah menetap di rumah keluarga, belum sempat dinikahi, Aminah sudah minggat tak tahu rimbanya, meninggalkan Koh Hengky dengan tangan hampa dan mulut menganga”. (Halaman 376).

“Suri..ya Allah. Ternyata sampai bulan ini, Ibu tidak pernah berhenti mengirim uang lewat wesel, tujuannya ke Koh Liang. Uang disimpan Koh Liang karena katanya kasihan kalau Cuma dihabiskan untuk judi sama bapak”. (Halaman 475).


No comments:

Post a Comment

Thank your for leaving comment. :)