Judul : Surga Retak
Penulis : Syahmedi Dean
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tahun Terbit : 2013
"Tinggal di atas tanah negeri yang subur bukan berarti
jaminan kesejahteraan siapa saja yang berdiri di atasnya. Hanya segelintir yang
mujur mendapat gelimang kemakmuran, orang-orang yang mendapat gelimang
kemakmuran, orang-orang yang punya warisan turun temurun, orang-orang yang
berani berkata bahwa tanah yang mereka pijak adalah tanah hak milik mereka,
para pendatang dengan tentara bersenjata,dan para penjudi nasib yang gagah
berani. Kalau hanya sekadar jelata, bersiaplah melata."
Sultan Mahmud Perkasa Alam, Raja Deli kedelapan (1858-1873)
mengubah hutan belantara tanah Deli menjadi ladang uang. Adalah Jacobus
Niyenhuis seorang Belanda yang memulai kerjasama dengan Raja Deli. Ia membuka
lahan hutan dengan menanam tembakau dengan mendatangkan orang Tamil dari India
selatan dan orang Shantou dari Cina Selatan. Rupanya hasil tembakau dari tanah
Deli sangat bagus dan diminati orang-orang Eropa. Kucuran dana dari Eropa
sangat besar untuk membuka kebun-kebun yang lebih luas di Deli.
Di tengah kegelapan malam, Suri dan kembarannya Fatma pergi
dari Rantau Makmur oleh Bapak. Mereka mengendarai motor dan menembus perkebunan
karet. Suri tak berani bertanya mengapa mereka tiba-tiba pergi dari rumah,
meninggalkan Rantau Makmur. Suri terpaksa meninggalkan sekolah, meninggalkan
teman-temannya, juga kekasihnya Murad. Ibu Suri pergi ke Hongkong karena Bapak kalah
berjudi. Bagi bapak judi bukan hanya sekadar candu, ia melarikan diri dari
kekalahan hidupnya. Semenjak ibu pergi, Fatma memilih tidak berbicara.
Di tempat yang baru ia, kampung Baturaja,mereka berkenalan
dengan Tante Nur dan anak perempuannya, Rohanna. Sepertinya Bapak dan Tante Nur
telah mengenal sejak lama. Suri dan Fatma sering dititipkan di rumah Tante Nur
dan bermain bersama Rohanna. Alasan dibalik kepindahan Suri sebenarnya sama
dengan penyebab Ibunya pergi ke Hongkong, Bapak mempertaruhkan mereka di meja
judi. Paras cantik mereka berdua cantik membuat Koh Liang ingin memperisitri
salah satunya. Anak buah Koh Liang mengejar Bapak sampai dapat.
Kampung Baturaja seringkali menjadi tempat pelarian
penjahat. Ketika itu warga kampung dihebohkan mayat-mayat yang ditembak secara
misterius, tanpa nama dan tanpa tahu asalnya dari mana. Yang mencolok dari
warga kampung Baturaja adalah Nek Gintuk yang disegani di Baturaja karena
keahliannya dalam dunia gaib. Kehebatannya tersohor hingga mendatangkan
pasien-pasiennya dari negeri seberang, Malaysia. Suri mendatangi rumah Nek
Gintuk karena rasa ingin tahu. Suatu ketika Nek Gintuk mengatakan bapak kandung
Suri dan Fatma bukan Anto, tetapi orang kaya yang sudah menyiapkan harta untuk
mereka berdua. Suri tidak percaya Bapak yang selalu dipujanya bukan Bapak
kandungnya. Walaupun kerap ditelantarkan Bapak karena kegemaran berjudinya,
rasa sayang Suri tidak berkurang.
Tiba-tiba Bapak menghilang. Atas kemauannya sendiri Suri pindah
ke rumah Nek Gintuk. Sementara Fatma pindah ke rumah Tante Nur. Perlahan-lahan
tabir misteri dari kehidupan Bapak terbuka. Ternyata hidup dengan Nek Gintuk
membuat indera keenam Suri peka. Ia bisa melihat penampakan-penampakan gaib
dengan jelas. Suri berkenalan dengan Wilson yang juga suka menggambar, di
kuburan China. Nek Gintuk mendapatkan firasat bahwa sesuatu yang besar akan
datang di masa depan Suri. Orang-orang Koh Liang terus memburu Bapak. Ketika
Bapak kembali ke Baturaja terjadi kehebohan yang menyebabkan Suri harus lari ke
kota Medan bersama Wilson,anak laki-laki yang ia kenal di pekuburan China. Wilson
menitipkan Suri sementara pada Esther, tante dari pihak Mamanya. Namun dari
sana lah, kisah Suri bergulir pindah ke pulau seberang, Singapura. Ia menikahi
pria Singapura walaupun hatinya masih milik Murad.
Syahmedi Dean sebelumnya lebih dikenal sebagai penulis
Metropop. Novel ‘Surga Retak’ adalah persembahan spesial untuk kampung
halamannya, Deli Serdang. Cerita perkebunan Deli inilah yang membuat saya tertarik
untuk membacanya. Kehidupan remaja di kebun karet dengan permasalahan sosialnya
memberikan pengalaman baca yang baru bagi saya. Penulis bisa mencampurkan
cerita-cerita yang unik mengenai bagaimana awal mulanya kedatangan Belanda di
tanah Deli bersamaan dengan itu didatangkan kuli-kuli dari India, China, dan
pulau Jawa dan bagaimana perlakuan tuan kebon terhadap kuli sampai masalah
sosial dan perebutan lahan tak bertuan yang timbul bertahun-tahun di Deli
setelah Belanda hengkang dari Indonesia.
Beberapa kali saya seperti tersesat dalam setting dan
karakter. Awalnya saya pikir Suri adalah anak SD. Karena hobinya menggambar dan
bermain-main di hutan karet bersama Murad. Setelah beberapa halaman baru lah
saya ketahui Suri ternyata anak SMP. Masa sih anak SMP bersikap seakan-akan dia
masih anak-anak. Lanjut ke setting, kisah Suri ini berlatar tahun 1987 saat -
saat penembak misterius masih meraja lela. Susah sekali membayangkan era tahun
segitu dimana anak Camat sudah disekolahkan ke Singapura. Itu kesan pribadi
saya yang saya anggap angin lalu saja ketika membaca.
Ada tokoh yang terlalu sedikit disinggung seperti Aminah,
Ibu Suri dan Fatma, dan Edward Sebastian Goh, suami Suri. Ah sayang sekali,
bahan cerita dan bumbu konfliknya sudah sangat menarik di awal. Semakin jauh
saya membaca semakin banyak pertanyaan saya. Kejadian mistis yang dialami Suri
saya pikir tidak masuk akal. Sepintas disinggung tentang mafia internasional
yang melibatkan Edward tapi tidak ada kelanjutan ceritanya lagi. Saya bingung menemukan
bagian cerita yang tidak konsisten. Di halaman awal dituliskan bahwa Ibu Suri
yang dibawa Koh Hengky ke Hongkong masih mengirimkan uang untuk Fatma dan Suri
sementara di bagian lain menyebutkan Ibu Suri melarikan diri.
“Bodoh. Anto tidak tahu bahwa istrinya masih mengirim uang
dari Hong Kong, sampai sekarang, uang masuk ke kocek Koh Liang pribadi”. (Halaman 56).
“Berita dari saudara-saudara di Hong Kong sungguh kurang menggembirakan,hanya
dua hari Aminah menetap di rumah keluarga, belum sempat dinikahi, Aminah sudah
minggat tak tahu rimbanya, meninggalkan Koh Hengky dengan tangan hampa dan
mulut menganga”. (Halaman 376).
“Suri..ya Allah. Ternyata sampai bulan ini, Ibu tidak pernah
berhenti mengirim uang lewat wesel, tujuannya ke Koh Liang. Uang disimpan Koh
Liang karena katanya kasihan kalau Cuma dihabiskan untuk judi sama bapak”. (Halaman 475).
No comments:
Post a Comment
Thank your for leaving comment. :)